Minggu, 17 Januari 2016

                                                                             BAB II
                                                              TINJAUAN PUSTAKA 
A. Perilaku Kontrol Gigi 
1. Pengertian perilaku  
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang
bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak
langsung (Sunaryo, 2004). Menurut Notoatmodjo (2003), merumuskan
bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme
tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau
Stimulus – Organisme – Respons. 
2. Respon Perilaku
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Notoatmodjo (2003)  :
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons perilaku seseorang terhadap suatu stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (covert). Respons atau suatu reaksi
terhadap suatu stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan / kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas
oleh orang lain. 
8
 9
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat
diamati atau dilihat orang lain.   
3. Faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003), menganalisis perilaku manusia
tersebut dalam perilaku manusia pada tingkat kesehatan. Sedangkan
kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok
yaitu faktor perilaku dan faktor diluar perilaku, selanjutnya perilaku
kesehatan dipengaruhi oleh:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan sistem nilai yang dianut masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi
b. Faktor-faktor pendukung(enabling  faktor) 
Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa     
sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu
perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik. Faktor
pendukung (enabling factor) mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya
 10
mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku,
sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin. 
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor)
Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan penguat   
terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau         
berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan      
memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif seseorang
akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku. 
4. Perilaku Kontrol Gigi 
Kesehatan gigi individu atau masyarakat merupakan salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan individu atau masyarakat
tersebut. Perilaku kesehatan gigi positif misalnya, kebiasaan menyikat gigi
sebaliknya perilaku kesehatan gigi negatif misalnya, tidak menyikat gigi
secara teratur maka kondisi kesehatan gigi dan mulut akan menurun
dengan dampak antara lain mudah berlubang. Perilaku kontrol gigi pada
orang tua meliputi  (Maulani, dkk 2005) :
a. Menyikat gigi 
Menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi adalah bentuk
penyingkiran plak secara mekanis. Saat ini telah banyak tersedia sikat
gigi dengan berbagai ukuran, bentuk, tekstur, dan desain dengan
berbagai derajat kekerasan dari bulu sikat. Salah satu penyebab
banyaknya bentuk sikat gigi yang tersedia adalah adanya variasi waktu
 11
menyikat gigi, gerakan menyikat gigi, tekanannya, bentuk dan jumlah
gigi yang ada pada setiap orang.
1) Waktu Menyikat Gigi
Telah terbukti bahwa asam plak gigi akan turun dari pH
normal sampai mencapai pH 5 dalam waktu 3-5 menit sesudah
makan makanan yang mengandung karbohidrat. pH saliva sudah
menjadi normal (pH 6-7) 25 menit setelah makan atau minum.
Menyikat gigi dapat mempercepat proses kenaikan pH 5 menjadi
normal (pH 6-7) sehingga dapat mencegah proses pembentukan
karies. Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari prosedur
penyikatan gigi, salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah
frekuensi penyikatan gigi. Anak yang melakukan penyikatan gigi
secara teratur dalam sehari dengan frekuensi dua kali sehari atau
lebih dan dibantu oleh orang tua, lebih rendah terkena resiko karies.
2) Frekuensi Menyikat Gigi
Umumnya, dokter gigi selalu menganjurkan pasien untuk
menyikat giginya segera setelah makan. American Dental
Association (ADA) memodifikasi pernyataan ini dengan
menyatakan bahwa pasien harus menyikat gigi secara teratur,
minimal 2 dua kali sehari yaitu pagi hari setelah sarapan dan
sebelum tidur malam. Waktu menyikat gigi pada setiap orang tidak
sama, bergantung pada beberapa faktor seperti kecenderungan
seseorang terhadap plak dan debris, keterampilan menyikat gigi,
 12
dan kemampuan salivanya membersihkan sisa-sisa makanan dan
debris. Menyikat gigi dua kali sehari cukup baik pada jaringan
periodonsium yang sehat, tetapi pada jaringan periodonsium yang
tidak sehat dianjurkan menyikat gigi tiga kali sehari. Jadi frekuensi
menyikat gigi yang baik adalah dua kali sehari, pagi 30 menit
setelah sarapan pagi dan malam hari sebelum tidur.
3) Lamanya Menyikat Gigi
Biasanya rata-rata lama menyikat gigi adalah kira-kira 1
menit. Lamanya seseorang menyikat gigi dianjurkan minimal 5
menit, tetapi umumnya orang menyikat gigi maksimum selama 2-3
menit. Penentuan waktu ini tidak sama pada setiap orang terutama
pada orang yang sangat memerlukan program kontrol plak. Bila
menyikat gigi dilakukan dalam waktu yang singkat, maka hasilnya
tidak begitu baik daripada bila menyikat gigi dilakukan dalam
waktu yang lebih lama, mengingat banyaknya permukaan gigi yang
harus dibersihkan.
4) Bentuk Sikat Gigi
Terdapat berbagai variasi mengenai sikat gigi. Ada bentuk
sikat gigi yang permukaan bulu sikatnya berbentuk lurus, cembung,
dan cekung sehingga dapat mencapai daerah tertentu dalam
lengkung rahang. Oleh sebab itu, dianjurkan pemakaian sikat gigi
yang serabutnya lurus dan sama panjang. Sikat gigi manual yang
baik harus memenuhi persyaratan, antara lain ukuran permukaan
 13
bulu sikatnya adalah (panjang: 1-11/4 inci (2,5-3,0 cm) dan lebar:
5/16-3/8 inci (8,0-9,5 mm); bulu sikatnya tersusun (baris: 2-4 baris
rumpun dan rumpun: 5-12 rumpun perbaris); serta permukaan bulu
sikatnya terpotong rata. Setiap kali sesudah dipakai, sikat gigi harus
dibersihkan dibawah air mengalir supaya tidak ada sisa-sisa
makanan atau pasta gigi yang tertinggal. Setelah bersih, sikat gigi
diletakkan dalam posisi berdiri supaya lekas kering dengan tujuan
agar sikat gigi tidak lembab dan basah. Sikat gigi perlu diganti 2-3
bulan setelah pemakaian, oleh karena bulu sikat gigi sudah tidak
dapat bekerja dengan baik dan dapat melukai gusi.
5) Pemakaian Pasta Gigi
Fungsi utama pasta gigi adalah membantu sikat gigi dalam
membersihkan permukaan gigi dari pewarnaan gigi dan sisa-sisa
makanan dan fungsi sekundernya untuk memperkilat gigi,
mempertinggi kesehatan gingival, serta untuk mengurangi bau
mulut. Umumnya pasta gigi mengandung bahan abrasive 20-40%,
pelembab (humectant) 20-40%, air 20-40%, bahan penyegar ±2%,
bahan pemanis ± 2%, bahan pengikat (binding agent) 2%, detergen
1-2%, bahan terapeutik ± 5%, dan pewarna <1%.
Untuk anak yang belum bisa berkumur dan meludah, bisa
dipilihkan pasta gigi yang tidak mengandung fluor. Jika sudah bisa
meludah dan bisa membuang kumurnya, boleh diberikan pasta gigi
yang mengandung fluor. boleh diberi pasta gigi untuk anak berisi
 14
flour sebanyak 30% dari kandungan fluor pasta gigi dewasa, berarti
mengandung 0,03% fluor, dapat menghambat terjadinya gigi
berlubang sebanyak 15-30%. Menurut penelitian, orang dewasa
menggunakan 0,30 gr pasta gigi sekali pakai, sedangkan pada anak-
anak sepertiganya. Diperkirakan 25% - 33% anak menelan pasta
gigi sewaktu menyikat giginya. Sehingga kemungkinan anak
menelan fluor adalah sebanyak 0,5 – 0,6 mgF/ hari. Hal ini dapat
menimbulkan fluorosis gigi yang ditandai dengan timbulnya bintik-
bintik pada email gigi jika kadar fluor dalam air minum yang
dipakai untuk anak dan keluarga sudah termasuk tinggi. Oleh
karena itu perlu menjadi perhatian orang tua untuk mengawasi
anaknya dalam menyikat gigi karena pasta gigi dengan harum yang
mirip buah-buahan bisa mengasosiasikan anak pada pasta gigi yang
bisa dimakan. 
6) Metode Menyikat Gigi
Teknik apapun yang dipergunakan, harus diperhatikan
cara menyikat gigi tersebut jangan sampai merusak struktur gigi.
Ada bermacam-macam metode penyikatan gigi, yaitu : 
a) Metode Vertikal: dilakukan untuk menyikat bagian depan gigi,
kedua rahang tertutup lalu gigi disikat dengan gerakan ke atas
dan ke bawah. Untuk permukaan gigi belakang, gerakan yang
dilakukan sama tetapi mulut dalam keadaan terbuka.
Sedangkan pada metode horizontal semua permukaan gigi
 15
disikat dengan gerakan ke kiri dan ke kanan. Kedua metode
tersebut cukup sederhana, tetapi tidak begitu baik untuk
dipergunakan karena dapat mengakibatkan resesi gingiva dan
abrasi gigi.
b) Metode Roll: ujung bulu sikat diletakkan dengan posisi
mengarah ke akar gigi dan arah bulu sikat pada margin
gingiva, sehingga sebagian bulu sikat menekan gusi. Ujung
bulu sikat digerakkan perlahan-lahan sehingga kepala sikat
gigi bergerak membentuk lengkungan melalui permukaan gigi.
Permukaan atas mahkota juga disikat. Gerakan ini diulangi 8-
12 kali pada setiap daerah dengan sistematis. Cara pemijatan
ini terutama bertujuan untuk pemijatan gusi dan untuk
pembersihan daerah interdental.
c) Metode Charter: ujung bulu sikat diletakkan pada permukaan
gigi (oklusal), membentuk sudut 45 derajat terhadap sumbu
panjang gigi dan ke atas. Sikat gigi digetarkan membentuk
lingkaran kecil, tetapi ujung bulu sikat harus berkontak denga
tepi gusi. Setiap bagian dapat dibersihkan 2-3 gigi. Metode ini
merupakan cara yang baik untuk pemeliharaan jaringan
pendukung gigi, walaupun agak sukar untuk dilakukan.
d) Metode Bass: bulu sikat pada permukaan gigi membentuk
sudut 45 derajat dengan panjang gigi dan diarahkan ke akar
gigi sehingga menyentuh tepi gusi. Dengan cara demikian saku
 16
gusi dapat dibersihkan dan tepi gusinya dapat dipijat. Sikat gigi
digerakkan dengan getaran kecil-kecil ke depan dan ke
belakang selama kurang lebih 15 detik. Teknik ini hampir
sama dengan teknik Roll, hanya berbeda pada cara pergerakan
sikat giginya dan cara penyikatan permukaan belakang gigi
depan. Untuk permukaan belakang gigi depan, sikat gigi
dipegang secara vertikal.
e) Metode Fones atau teknik sirkuler: bulu sikat ditempelkan
tegak lurus pada permukaan gigi. Kedua rahang dalam keadaan
mengatup. Sikat gigi digerakkan membentuk lingkaran-
lingkaran besar, sehingga gigi dan gusi rahang atas dan bawah
dapat disikat sekaligus. Daerah diantara 2 gigi tidak mendapat
perhatian khusus. Untuk permukaan belakang gigi, gerakan
yang dilakukan sama tetapi lingkarannya lebih kecil.
f) Metode Stillman dimodifikasi: dianjurkan untuk pembersihan
pada daerah dengan resesi gingiva yang parah disertai
tersingkapnya akar gigi, guna menghindari dekstruksi yang
lebih parah pada jaringan akibat abrasi sikat gigi. Jenis sikat
gigi yang dianjurkan adalah sikat gigi dengan kekerasan bulu
sikat sedang sampai keras, yang terdiri dari dua atau tiga baris
rumpun bulu sikat. 
Teknik penyikatan gigi yang dilakukan pada usia sekolah adalah
teknik roll. Metode penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan
 17
agar mampu membersihkan keseluruhan giginya bagaimanapun
caranya, namun dengan bertambahnya usia diharapkan metode
Bass dapat dilakukan.
b. Diet Makanan
Tindakan pencegahan karies lebih tinggi menekankan pada
pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang
tinggi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasihat diet dan bahan
pengganti gula. Nasehat diet yang dianjurkan adalah memakan
makanan yang cukup protein dan fosfat yang dapat menambah sifat
basa dari saliva, memperbanyak makan sayuran dan buah-buahan yang
berserat dan berair karena bersifat membersihkan dan merangsang
sekresi saliva. Menghindari makanan yang manis dan lengket serta
membatasi jumlah makan menjadi tiga kali sehari serta menekan
keinginan untuk makan di antara jam makan.
Xylitol dan sorbitol merupakan bahan pengganti gula yang
sering digunakan, berasal dari bahan alami serta mempunyai kalori
yang sama dengan glukosa dan sukrosa. Dapat dijumpai dalam bentuk
tablet, permen karet, minuman ringan, farmasi dan lain-lain,
mempunyai efek menstimulasi daya alir saliva dan menurunkan
kolonisasi dari S. mutans. Xylitol  lebih efektif karena tidak dapat
dimetabolisme oleh mikroorganisme dalam pembentukan asam dan
mempunyai efek anti mikroorganisme.
 18
Makanan yang dapat segera dimanfaatkan oleh mikroorganisme
plak disebut sebagai makanan kariogenik. Meskipun kariogenik istilah
yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik yang
menyebabkan karies, selain itu juga dapat menyebabkan penyakit
periodontal. Kariogenik adalah istilah relatif. Makanan yang paling
mungkin menyebabkan karies dianggap sangat kariogenik. Sedangkan
makanan yang tidak menyebabkan karies disebut sebagai non-
kariogenik.
Makanan  yang bersifat kariogenik, antara lain Kue, kentang
goreng, donat, cupcake, manisan gula, dan kismis termasuk sangat
kariogenik (highly cariogenic), Biskuit asin (saltines), keripik kentang,
tepung maizena, kerupuk rye, dan roti termasuk moderate cariogenic, 
Kacang tanah, gelatin desserts, keripik jagung, dan yogurt termasuk
low cariogenic.
Seseorang dengan diet karbohidrat cenderung memiliki lebih
banyak karies. Jenis karbohidrat yang paling kariogenik adalah gula
atau sukrosa karena mempunyai kemampuan untuk menolong
pertumbuhan bakteri kariogenik. Karbohidrat yang dapat menyebabkan
karies harus bersifat ada dalam diet dengan jumlah yang berarti, siap
difermentasikan oleh bakteri kariogenik, dan larut secara perlahan-lahan
dalam mulut. Gula berfungsi sebagai pemanis dan bahan pengawet,
memberikan bau yang harum. Hal ini akan menimbulkan daya tarik
 19
baik rasa, bau maupun bentuk makanan itu sendiri, sehingga ada
kecenderungan orang akan memilih makanan yang bergula.
c. Kunjungan Ke Dokter Gigi
Kunjungan ke dokter gigi sangat diperlukan untuk menciptakan
kontak dan ikatan kepercayaan pertama antara orang tua dengan dokter
gigi, sehingga diharapkan kesadaran, perilaku, dan sikap yang positif
dan bertanggungjawab mengenai prinsip-prinsip perawatan kesehatan
gigi anak. Kunjungan diperlukan untuk menciptakan kontak dan ikatan
kepercayaan pertama antara orang tua dengan dokter gigi, sehingga
diharapkan terbentuk kesadaran, perilaku, dan sikap yang positif dan
bertanggung jawab mengenai prinsip-prinsip perawatan kesehatan gigi.
Kontrol tiap enam bulan dilakukan meskipun tidak ada keluhan.
Hal ini dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat gigi lain yang
berlubang selain yang telah ditambal, sehingga dapat dilakukan
perawatan sedini mungkin. Selain itu juga untuk melihat, apakah telah
terdapat kembali karang gigi dan kelainan-kelainan lainnya yang
mungkin ada.
d. Penambalan Gigi
Penambalan gigi terhadap gigi yang berlubang sebaiknya
dilakukan sedini mungkin sebelum kelainannya menjadi lebih berat
lagi. Apabila penambalan dilakukan sedini mungkin, kunjungan ke
dokter gigi menjadi lebih sedikit, dalam artian sekali datang bisa
langsung dilakukan penambalan langsung. Apabila kelainannya sudah
 20
lebih besar, maka gigi tersebut harus dilakukan perawatan terlebih
dahulu sehingga memerlukan kunjungan yang lebih banyak.
e. Pencabutan Gigi
Pencabutan gigi dilakukan apabila gigi tersebut sudah tidak
dapat lagi dipertahankan dan apabila gigi tersebut menjadi penyebab
dari infeksi di dalam rongga mulut dan dapat menyebabkan kelainan ke
organ yang lainnya. 
B. Karies Gigi
1. Pengertian
Karies adalah proses kronis regeneratif yang dimulai dengan
larutan mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara
email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam
mikrobial dari substrat (medium makanan bagi bakteri),  timbul destruksi
komponen-komponen organik, dan akhirnya terjadi kavitasi (pembentukan
lubang) (Kennedy, 2002).
2. Gigi
Menurut Mansjoer (2009) bentuk dan susunan gigi terdiri atas :
a. Bentuk Gigi
1) Gigi seri untuk memotong.
2) Gigi taring yang runcing untuk menahan dan merobek makanan.
3) Gigi geraham untuk menghaluskan makanan. 
 21
b. Susunan Gigi
1) Mahkota gigi (mahkota klinis) yaitu bagian yang menonjol di atas
gusi. Sedangkan mahkota anatomis adalah bagian gigi yang dilapisi
email.
2) Akar gigi, yaitu bagian yang terpendam dalam alveolus pada tulang
maksila/mandibula.
3) Leher gigi (serviks) yaitu tempat bertemunya mahkota anatomis
dan akar gigi.
c. Lapisan-lapisan gigi
Bila gigi dibelah, maka akan tampak lapisan-lapisan gigi, yaitu:
1) Email
Email merupakan bahan terkeras pada tubuh. Email tersusun dari
99% bahan anorganik terutama kalsium fosfat dalam bentuk kristal
apatit dan hanya 1% bahan organik. Bahan organiknya terutama
terdiri dari enamelin, suatu protein yang sangat kaya prolin. Email 
tampak terdiri atas prisma, bahan interprismatik dan matriks
organid apabila dilihat dengan mikroskop cahaya,. 
2) Dentin
Dentin terdiri dari 70% zat anorganik, 18% zat organik dan 12%
air. Dentin terletak di bawah email dan merupakan bagian terbesar
dari seluruh gigi. Dentin lebih lunak dari email dan melindungi
pulpa.  
 22
3) Pulpa
Pulpa terdiri dari 25% zat organik dan 75% air. Jaringan pulpa
merupakan jaringan lunak yang terdapat di ruang pulpa dan seluruh
saluran akar. Jaringan ini terdiri dari:
a) Pembuluh limfe
b) Pembuluh darah (arteri dan vena)
c) Urat syaraf
Selain ketiga bagian ini, terdapat pula jaringan pendukung / penyangga
gigi, jaringan periodontial yang terdiri dari: gingiva (gusi), sementum,
membran periodontal serta tulang alveoli (Mansjoer, 2009).      
Gambar 2.1 Susunan Gigi Sumber : Mansjoer (2009) 
d. Perbedaan Gigi Sulung dan Gigi Permanen
Perbedaan antara gigi sulung dan gigi permanen dilihat dari potongan
melintang pada bidang bikolingual menurut Kennedy (2002) adalah : 
1) Mahkota yang cembung dan serviks jelas
2) Bidang aklusal yang sempit
 23
3) Konstriksi serviks email (serviks ke apeks menonjol)
4) Email tipis
5) Tanduk pulpa
6) Saluran akar kecil
7) Dasar pulpa tipis
8) Gigi permanen yang sedang tumbuh
9) Inklinasi prisma email
3. Proses Terjadinya Karies 
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di
permukaan gigi, sukrosadari sisa makanan dan bakteri berproses
menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang
akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan
demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi (Suryawati, 2010).
Secara perlahan-lahan demineralisasi  interna berjalan ke arah
dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan
lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut.
Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari  inti lesi
sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan
kavitasi yang makroskopis dapat   dilihat. Pada karies dentin yang baru
mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas
tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap
mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak
tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin
 24
merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah
terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies
yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan
demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang),
lapisan empat dan lapisan lima (Suryawati, 2010).
4. Tanda dan Gejala Karies
Seseorang sering tidak menyadari bahwa ia menderita karies
sampai penyakit berkembang lama. Tanda awal dari lesi karies adalah
sebuah daerah yang tampak berkapur di permukaan gigi yang menandakan
adanya demineralisasi. Daerah ini dapat menjadi tampak coklat dan
membentuk lubang. Proses tersebut dapat kembali ke asal atau reversibel,
namun ketika lubang sudah terbentuk maka struktur yang rusak tidak dapat
diregenerasi. Sebuah lesi tampak coklat dan mengkilat dapat menandakan
karies. Daerah coklat pucat menandakan adanya karies yang aktif.
(Kennedy, 2002).
Bila enamel dan dentin sudah mulai rusak, lubang semakin tampak.
Daerah yang terkena akan berubah warna dan menjadi lunak ketika
disentuh. Karies kemudian menjalar ke saraf gigi, terbuka, dan akan terasa
nyeri. Nyeri dapat bertambah hebat dengan panas, suhu yang dingin, dan
makanan atau minuman yang manis. Karies gigi dapat menyebabkan napas
tak sedap dan pengecapan yang buruk. Dalam kasus yang lebih lanjut,
infeksi dapat menyebar dari gigi ke jaringan lainnya sehingga menjadi
berbahaya (Kennedy, 2002).
 25
5. Lapisan-lapisan Karies
Secara histologis, pada karies gigi yang tidak begitu dalam, dapat
dibedakan dari luar ke dalam lima daerah (Schuurs, 2002):
a. Lapisan dentil lunak yang strukturnya tidak dapat dikenal lagi. Di
dalam lapisan ini terdapat floura campuran yang mengeluarkan enzim
hidrolik yang akan merusak komponen organik dentil.
b. Lapisan infeksi, di sini akan dijumpai bakteri-bakteri di dalam tubuli.
Tubuli melebar dan saling menyatu. Selain itu terlihat juga celah-celah
yang mengikuti jalannya garis-garis pertumbuhan toluen.
c. Lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit dimana dentin peritubular
diserang.
d. Lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan
membentuk rintangan terhadap mikro organisme.
6. Jenis Karies
Menurut Widya (2008), jenis karies gigi berdasarkan tempat
terjadinya :
a. Karies Insipiens 
Merupakan karies yang terjadi pada permukaan email gigi (lapisan
terluar dan terkaras dari gigi), dan belum terasa sakit hanya ada
pewarnaan hitam atau cokelat pada email. 
b. Karies Superfisialis 
Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dalam dari email dan
kadang-kadang terasa sakit. 
 26
c. Karies Media 
Merupakan karies yang sudah mencapai  bagian dentin ( tulang gigi )
atau bagian pertengahan antara permukaan  gigi dan kamar pulpa. Gigi
biasanya terasa sakit bila terkena rangsangan dingin, makanan asam
dan manis.   
d. Karies Profunda 
Merupakan karies yang telah mendekati atau bahkan telah mencapai
pulpa sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit
secara tiba-tiba tanpa rangsangan apapun. Apabila tidak segera diobati
dan ditambal maka gigi akan mati, dan untuk perawatan selanjutnya
akan lebih lama dibandingkan pada karies-karies lainnya. 
7. Faktor-faktor Terjadinya Karies Dentis
Faktor-faktor yang memungkin terjadinya karies, menurut Schuurs,
(2002), yaitu :
a. Bakteri
Tiga jenis bakteri yang sering mengakibatkan karies, yaitu:
1) Streptokokus
Bakteri kokus gram positif ini adalah penyebab utama karies dan
jumlah terbanyak di dalam mulut. Salah satu spesiesnya yaitu
Streptococcus mutans, lebih asidurik dibandingkan yang lain, dapat
menurunkan pH medium hingga 4,3. Streptococcus mutans
terutama terdapat pada populasi yang banyak mengkonsumsi
sukrosa.
 27
2) Aktinomises
Semua spesies aktinomises memfermentasikan glukosa, terutama
membentuk asam laktat, asetat, suksinat, dan asam format.
Actinomyces viscosus dan Actinomyces naeslundi mampu
membentuk karies akar, fisur dan merusak periodontionium.
Lactobacillus
Populasinya dipengaruhi kebiasaan makan. Tempat yang paling
disukai adalah lesi dentin yang dalam Lactobacillus hanya
dianggap faktor pembantu proses karies.
b. Karbohidrat makanan
Karbohidrat yang sangat merusak adalah sukrosa (gula), yang akan
diubah oleh kuman menjadi glukosa dan fluktosa. Selanjutnya
karbohidrat tersebut akan mengalami fermentasi sehingga timbul asam
laktat, maka asam inilah yang bertanggung jawab atas proses
dekalsifikasi (Mansjoer, 2009).
c. Kerentanan permukaan gigi, meliputi:
1) Morfologi, di mana daerah gigi yang mudah terjadi plak sangat
mungkin terjadinya karies.
2) Lengkungan gigi, meliputi jumlah dan isi saliva (ludah, derajat
keasaman, kekentalan, dan kemampuan buffer yang berpengaruh
pada terjadinya karies. Ludah melindungi jaringan dalam rongga
mulut dengan cara perlindungan sebagai berikut:
a) Pembersihan mekanis yang dapat mengurangi akumulasi plak.
 28
b) Pelumuran elemen gigi yang mengurangi keausan oklusi yang
disebabkan karena pengunyahan.
c) Pengaruh buffer sehingga naik turunnya pH dapat ditekan dan
dekalsifikasi elemen gigi dihambat.
d) Agregasi bakteri yang merintangi kolonisasi mikroorganisme.
e) Aktivitas antibakterial.
3) Posisi gigi. Posisi gigi yang abnormal seperti posisi keluar, rotasi,
dan lain-lain menyebabkan kesulitan pembersihan dan cenderung
membuat makanan dan debris terakumulasi. 
d. Perilaku kontrol gigi 
Timbulnya karies gigi anak sekolah dipengaruhi oleh perilaku orang
tua dalam merawat kesehatan gigi. Kebiasaan  yang perlu dimiliki
orang tua antara lain yang berkaitan dengan cara kebersihan gigi, jenis
makanan dan minuman yang menguntungkan kesehatan gigi, cara
makan dan minum. 
 
C. Anak Usia Sekolah 
1. Pengertian Anak Usia Sekolah
Usia anak sekolah dimulai dari umur 6 tahun sampai umur 12
tahun. Usia anak adalah usia dimana anak sedang mengembangkan segala
kemampuannya seperti kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan
orang lain, dan kemampuan mengemukakan pendapat. Anak kecil
berfokus pada perilaku dan bukan pada motivasi atau akibat. Mereka
 29
melihat alternatif sebagai sesuatu yang konkret, dan mereka tidak mampu
membedakan antara informasi yang diplot secara sentral atau perifer. Anak
kecil mengingat berbagai hal di dalam program, misal mereka mengingat
suatu tindakan, bukan motifasi atau akibatnya (Wong, 2009).
2. Pertumbuhan Anak Sekolah
Pertumbuhan (Growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,
yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran
panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi
natrium dan nitrogen tubuh) (Soetjiningsih, 2000).
Pada usia sekolah pertumbuhan tinggi dan berat badan cenderung
lebih stabil, rata–rata akan tumbuh 5cm (2 inci) setiap tahunnya, serta
berat badan akan bertambah 2–3 kg (4,5–6,5 pon) pertahun, terdapat
sedikit perbedaan pertumbuhan antara laki–laki dengan perempuan anak
laki–laki akan lebih tinggi serta lebih berat dibanding perempuan (Wong,
2009).
3. Perkembangan Anak Sekolah
Masa anak ditandai beberapa ciri baik perkembangan dari fisik,
kepandaian, emosi dan sosial (Setiawan, 2000):
a. Ciri fisik
1) Pertumbuhannya sangat lambat, tetapi mantap
2) Takaran makanannya bertambah karena ia bisa menjadi gemuk bila
terlalu banyak makan.
 30
3) Secara lahiriah tidak rapi, tidak suka berdandan
4) Mudah terserang penyakit campak, cacar air, atau batuk.
b. Kepandaiannya
1) Ketrampilan
Anak menjadi terampil bagi dirinya sendiri, ia dapat berpakaian dan
berdandan sendiri.
2) Perkembangan komunikasi
Anak bertambah luas pergaulanya, maka komunikasi merupakan
salah satu teknik yang sangat penting.
c. Emosi 
1) Takut
Anak takut pada kegelapan, takut pergi ke dokter.
2) Marah
Ini terjadi apabila pekerjaanya terganggu, dibandingkan dengan
teman, sadar dengan kelemahannya, sadar telah ditipu,disalah
pahami,atau melihat ketidakadilan.
3) Rasa ingin tahu
Pemuasan rasa ingin tahunya dilakukan dengan menyelidiki dan
bertanya.
4) Kasih
Pengertian ini agak sedikit kabur. Anak laki-laki merasa kurang enak
bila dicium atau dipeluk. Sedangkan anak perempuan tidak suka
 31
berterus terang dan lebih suka menyatakan diri secara tidak
langsung.
5)  Sosial 
a) Masih berkelompok
Anak mulai menyukai kehidupan berkelompok.
b) Bekerja sama
Anak-anak pada masa ini sudah dapat mangatasi egonya, kurang
bertengkar dan mampu bekerja sama. Mereka perlu dilatih untuk
dapat masuk dalam masyarakat. Perantara yang baik adalah
bergaul dengan teman-teman yang lain.
c) Penerimaan masyarakat
Anak yang tidak dapat diterima oleh teman-temannya kebanyakan
pendiam atau agresif. Anak yang bermasalah, sering tidak bisa
hidup bersama dengan teman yang lain; ia merasa terasing, tidak
memiliki suka cita, dan selalu gusar.        
 32
D. Kerangka Teori             
Bagan 2.2 Kerangka Teori  Sumber : Schuurs (2002)  
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu perilaku
kontrol gigi orang tua dan karies gigi pada anak. 
F. Hipotesa  Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif sehingga tidak ada
hipotesis penelitian.
Perilaku kontrol gigi
- Menyikat gigi - Diet makanan - Kunjungan ke dokter gigi - Penambalan gigi - Pencabutan gigi
Faktor penyebab karies gigi : - Bakteri (streptococcus,   actynomyces, lactobacillus) - Karbohidrat makanan - Kerentanan permukaan gigi  - Perilaku kontrol gigi 
Karies gigi 
Jenis karies gigi : - Karies insipiens - Karies superfisialis - Karies media - Karies profunda 

Rabu, 13 Januari 2016

gambar dan keterangan ANATOMI GIGI


Jurnal e-GiGi (eG), Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2015 HUBUNGAN STATUS PERIODONTAL DAN DERAJAT REGULASI GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PROF DR. R. D. KANDOU MANADO

Jurnal e-GiGi (eG), Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2015
HUBUNGAN STATUS PERIODONTAL DAN DERAJAT REGULASI GULA DARAH PASIEN DIABETES MELITUS DI  RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PROF DR. R. D. KANDOU MANADO    

1Stephanie F. Emor 2Karel Pandelaki 3Aurelia S. R. Supit  
1Kandidat Skripsi Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran 2Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran  3Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Email: stephanieemor@icloud.com  
Abstract: Diabetes mellitus (DM) is a disorder characterized by hyperglycemia and impaired metabolism of carbohydrates, fats, and proteins. These are caused by insulin deficiency, relative or absolute. Diabetes mellitus is a long-term chronic disease with a risk of the occurence of diabetic complications, such as oral diabetic. The study aimed to analyze the relationship between periodontal status and the degree of blood sugar regulation in diabetic patients in Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. Data were obtained from the Endocrine clinic of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital. This was a descriptive analytical study with a cross sectional approach. Samples consisted of 37 patients (total sampling) aged 20-60 years. The analytic methods used in this study was the chi-square test (univariate and bivariate).  Periodontal pocket depths were clinically examined. The results showed that there was no healthy periodontal state among diabetic patients. Uncontrolled diabetic patients with  poor HbA1c (17 patients, 46%) had bad periodontal status. The chi-square test showed that there was a significant relationship between periodontal status and the degree of blood sugar regulation in diabetic patients (p < 0.05). Conclusion: There was a significant relationship between periodontal status and the degree of blood sugar regulation in diabetic patients. Keywords: periodontal status, diabetes mellitus, degree of regulation blood sugar.  
Abstrak:  Diabetes melitus (DM) adalah kelainan yang ditandai hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. DM merupakan penyakit kronis yang bila diabaikan dapat terjadi komplikasi diabetic, antara lain oral diabetic. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis  hubungan status periodontal dan derajat regulasi gula darah pasien diabetes melitus di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Endokrin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan potong lintang. Besar sampel sebanyak 37 orang (total sampling) usia 20-60 tahun. Analisis data secara univariat dan bivariat (uji chi-square). Pemeriksaan kedalaman poket periodontal dilakukan terhadap subjek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya status periodontal yang sehat pada pasien DM. Pasien DM dengan HbA1c yang buruk memiliki status periodontal yang buruk pula yaitu sebanyak 17 pasien (46%). Berdasarkan hasil uji chi-square terdapat hubungan bermakna antara status periodontal dan derajat regulasi gula darah (p < 0,05). Simpulan: Terdapat hubungan bermakna antara status periodontal dan derajat regulasi gula darah pasien diabetes melitus. Kata kunci: status periodontal, diabetes melitus, derajat regulasi gula darah 
210 
Emor, Pandelaki, Supit: Hubungan status periodontal... 
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiper- glikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Menurut World Health Organization (WHO) DM merupakan suatu kumpulan masalah anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.1 DM merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih dihadapi Indonesia hingga saat ini. Departemen Kesehatan RI dan Badan Kesehatan Dunia atau WHO memprediksikan kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2030.2 Derajat regulasi gula darah ialah derajat kontrol gula darah dalam hal ini adalah kontrol gula darah HbA1c karena sampai sekarang ini tes HbA1c merupakan cara yang paling baik untuk mengetahui apakah gula darah dalam batas kontrol yang baik atau buruk.3 HbA1c adalah suatu molekul hemoglobin yang terikat dengan glukosa. Sel darah merah dapat hidup selama 8-12 minggu.4 Oleh karena itu pengukuran HbA1c pada tes laboratorium dapat mengukur kadar glukosa darah secara rata- rata selama 2-3 bulan terakhir.5 Salah satu komplikasi DM yang cukup serius di bidang kedokteran gigi ialah oral diabetic, yang meliputi mulut kering, gingiva mudah berdarah (gingivitis), kalkulus, resorbsi tulang alveolaris, periodontitis dan lain sebagainya.6 Dari sekian banyak komplikasi yang terjadi, periodontitis merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita DM dengan tingkat prevalensi yang tinggi hingga mencapai angka 75%. Penderita DM mempunyai kecenderungan untuk menderita periodontitis lebih besar dibandingkan dengan yang tidak menderita DM. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan pada pembuluh darah, gangguan fungsi neutrofil, sintesis kolagen, faktor mikrobiotik, dan predisposisi genetik.7 Berdasarkan hal tersebut maka penulis meneliti hubungan status periodontal dengan derajat regulasi gula darah pasien DM di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.  BAHAN DAN METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di Poliklinik Endokrin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Populasi penelitian ini ialah pasien DM di Poliklinik Endokrin. Sampel diperoleh dengan menggunakan teknik total sampling, yaitu seluruh pasien di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Umum Pusat Prof. Dr. R. D. Kandou yang datang pada bulan Agustus-September 2014 berjumlah 37 pasien.  Kriteria inklusi yaitu penderita DM yang memiliki catatan medik  kontrol gula darah HbA1c, berusia 20-60 Tahun, bersedia  menjadi subjek penelitian dengan mengisi formulir dan menandatangani informed consent, bersikap kooperatif, masih memiliki gigi yang dibutuhkan untuk pengukuran status periodontal, dan tidak sedang dalam terapi radiasi. Kriteria eksklusi yaitu gigi berjejal kelainan pernapasan (bibir/rahang), mengonsumsi makanan lunak sebelum pemeriksaan dilakukan, serta mengalami iatrogenik dentistry, trauma oklusi, kelainan genetik, atau defisiensi nutrisi.  Instrumen penelitian dalam penelitian ini ialah lembar pemeriksaan. Alat yang digunakan ialah probe periodontal dengan ujung berbentuk bola berdiameter 0,5 mm, area berwarna hitam sebagai skala berada pada daerah 3,5-5,5 mm (periodontal probe WHO), kaca mulut no 4, Nier beken. Bahan yang digunakan alkohol 70%, cairan antiseptik, kapas, masker, sarung tangan, air untuk berkumur.  Pengumpulan data dengan pengam- bilan data primer dan sekunder. Data Primer berupa diambil langsung dari pemeriksaan status periodontal pada masing-masing pasien dengan mengguna- kan probe periodontal. Data sekunder (nama, umur, kadar gula darah dan jenis kelamin) diambil dari Poliklinik Endokrin 211 
Jurnal e-GiGi (eG), Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2015
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Pengolahan data berdasarkan distribusi frekuensi keadaan status periodontal pasien yang diukur dengan menggunakan CPITN dan HbA1c sebagai parameter kontrol gula darah. Data dianalisis berdasarkan hasil pengolahan data yang telah disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis data digunakan analisis data univariat dan bivariat. Analisis univariat data diolah dengan sistem Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 20. Analisis bivariat menggunakan Uji Chi Square.8 Dasar pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak hipotesis berdasarkan tingkat signifikan (nilai p). Bila p >0,05, maka hipotesis penelitian ditolak, sedangkan bila p <0,05, maka hipotesis penelitian diterima.  HASIL PENELITIAN Karakteristik subjek penelitian Karakteristik yang diamati pada responden meliputi usia, jenis kelamin, dan lamanya menderita DM. Pada penelitian ini responden yang memenuhi kriteria berjumlah 37 pasien dengan rentang usia 20-60 tahun yang dijabarkan dalam Tabel 1-5.  Analisis Univariat Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pasien di Poliklinik Endokrin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado terdiri dari pasien laki-laki sebanyak 13 orang (35,1%) dan pasien perempuan yaitu sebanyak 24 orang (64,9%). 
Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin 
Jenis kelamin Frekuensi (n) % Laki-laki 13 35,1 Perempuan 24 64,9 Total 37 100 
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa karakteristik umur responden dibagi menjadi 4 kelompok. Responden pada kelompok umur 26-35 tahun sebanyak 2
pasien (5,4%), kelompok umur 36-45 tahun sebanyak 8 pasien (21,7%), kelompok umur 46-55 tahun sebanyak 15 pasien (40,5%), dan kelompok umur 56-65 tahun sebanyak  12 pasien (32,4%). 
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan usia 
Usia  (tahun)
Frekuensi  (n)  % 26-35 2 5,4 36-45 8 21,7 46-55 15 40,5 56-65 12 32,4 Total 37 100 
Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa lama menderita DM paling terbesar selama 6-10 tahun yaitu sebanyak 10 pasien (27,0 %), sedangkan selama 21-25 tahun sebanyak 2 pasien (5,4%) merupakan lama menderita DM terkecil.  Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan lama menderita DM 
Lama menderita DM (tahun)
Frekuensi (n) (%) 1-5 9 24,3 6-10 10 27,0 11-15 7 18,9 16-20 9 24,3 21-25 2 5,4 Total 37 100 
Tabel 4 menunjukkan tidak ada pasien DM yang memiliki status periodontal yang baik (0%). Pasien DM dengan status periodontal sedang 16 pasien (43,2 %) dan yang dengan status periodontal buruk 21 pasien (56,8 %). 
Tabel. 4 Distribusi responden berdasarkan status periodontal 
Status Periodontal Frekuensi (n)  (%) Baik 0 0 Sedang 16 43,2 Buruk 21 56,8 Total 37 100
212 
Emor, Pandelaki, Supit: Hubungan status periodontal... 
Tabel 5 menunjukkan bahwa pasien DM yang memiliki kontrol gula darah HbA1c tingkat baik sebanyak 4 pasien (10,8 %), tingkat sedang sebanyak 16 pasien (43,2%), dan tingkat buruk sebanyak 17 pasien (45,9 %). 
Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan tingkat HbA1c 
Tingkat HbA1c Frekuensi (n)  % Baik 4 10,8 Sedang 16 43,2 Buruk 17 45,9 Total 37 100 
Analisis Bivariat Data Tabel 6 menunjukan bahwa 17 pasien (46%) dengan status periodontal buruk semuanya memiliki derajat regulasi gula darah HbA1c yang buruk.  
Tabel 6. Uji chi square antara status periodontal dengan derajat regulasi gula darah pasien DM 
Status Periodontal
Tingkat HbA1c Baik Sedang Buruk Total p  value n % n % n % n % Baik 0 0 0 0 0 0 0 0 0,000 Sedang 4 10,8 12 32,4 0 0 16 43,2 Buruk 0 0 4 10,8 17 46 21 56,8 Total 4 10,8 16 43,2 17 46 37 100 
BAHASAN Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin berjumlah 37 pasien dengan jumlah pasien perempuan lebih banyak dengan 24 pasien (64,9%), dibandingkan laki-laki yang hanya 13 pasien (35,1%)  (Tabel 7). Penelitian Maidiana et al. tahun 2012 menunjukkan pula bahwa pasien perempuan lebih banyak melakukan kontrol gula darah HbA1c dibandingkan laki-laki.9  Pada penelitian ini, pasien perempuan lebih banyak menjadi sampel penelitian karena pasien perempuan lebih banyak memeriksa- kan diri di Poliklinik Endokrin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Distribusi responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 8. Mayoritas sampel yang diperoleh berumur 46-55 sebanyak 15 pasien (40,5%). Berdasarkan penelitian Nandya dan Agustina tahun 2013 DM biasanya ditemukan pada pasien berusia >30 tahun dan paling banyak ditemukan pada rentang usia 50-70 tahun.10  Distribusi pasien berdasarkan lamanya menderita DM (Tabel 9), jumlah tertinggi >10 tahun sebesar 27,0%. Penelitian Hidayati tahun 2008 di RSUP Dr. Soetomo Surabaya menjelaskan bahwa keparahan periodontitis bukan dipengaruhi oleh lamanya menderita tapi lebih dipengaruhi oleh kadar gula darah pasien DM sendiri. Hidayati berpendapat bahwa meskipun lama menderita DM tapi kadar gula darah penderita DM tetap terkontrol dengan baik maka tingkat keparahan panyakit periodontal juga akan lebih baik.11 Pada penelitian ini juga terlihat bahwa lama menderita DM tidak menjamin baik buruknya jaringan periodontal tapi hanya tergantung pada derajat kontrol gula darah. Status periodontal pasien DM di Poliklinik Endokrin RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado (Tabel 10) menunjukkan bahwa tidak ada satupun pasien DM yang memiliki status periodontal baik atau normal Status periodontal sedang ditemukan pada 16 pasien (43,2%) dan status periodontal yang buruk 21 pasien (56,8%). Berdasarkan hasil penelitian Pranckeviciene et al., tidak ada satupun pasien DM yang memiliki jaringan periodontal normal.12 Pada penderita DM, dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah dan cairan gingival berarti juga mengubah lingkungan mikroflora dan menginduksi perubahan bakteri secara kualitatif. Perubahan tersebut mengarah pada penyakit periodontal yang berat. Kontrol gula darah HbA1c pasien DM digolongkan pada 3 tingkatan: baik, sedang, dan buruk. Distribusi responden berdasarkan tingkat HbA1c (Tabel 11) paling tinggi ialah tingkat HbA1c buruk yaitu 17 pasien (45,9%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ayu dan
213 
Jurnal e-GiGi (eG), Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2015
Indrirawati (2004),  penderita DM dengan kontrol gula darah buruk atau tidak terkontrol lebih banyak  disertai penyakit periodontal yang parah dibandingkan dengan DM terkontrol.13 Pasien DM dengan kontrol gula darah buruk disertai oleh beberapa perubahan pada periodonsium berpotensi dan berperan dalam terjadinya periodontitis kronis. Tabel 12 menunjukkan tidak ditemukan status periodontal yang sehat, dan pasien DM yang memiliki derajat regulasi gula darah HbA1c yang buruk memiliki status periodontal yang buruk pula sebanyak 17 pasien (46%). Berdasarkan hasil uji chi- square nilai p = 0,000 (probabilitas <0,05) maka Ho ditolak dan HI diterima. Nilai p = 0,000 menunjukkan hubungan bermakna  antara status periodontal dan derajat regulasi gula darah pasien DM. Hal ini disebabkan oleh karena DM dapat meningkatkan risiko kerusakan jaringan periodontal yang berlanjut. Perkembangan periodontitis lebih besar pada pasien DM dengan kontrol glikemik buruk  disbanding- kan pasien DM terkendali baik. Kontrol glikemik buruk pada pasien DM juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko progresif dari kehilangan perlekatan jaringan periodontal dan tulang alveolar.14 Menurut Matthews DC, pasien DM  tidak terkontrol harus lebih sering dievaluasi, terutama bila pasien telah mengalami penyakit periodontal. Ship JA menyatakan bahwa DM tidak terkontrol memiliki risiko komplikasi oral yang lebih tinggi sehingga membutuhkan waktu tambahan dalam penanganan periodontal dan terapi antibiotik.15 Pada pasien DM, meningkatnya kadar glukosa dalam darah dan cairan gingival juga merubah lingkungan mikroflora dan menginduksi perubahan bakteri secara kualitatif. Perubahan tersebut mengarah pada penyakit periodontal berat, dan dapat teramati pada pasien DM dengan kontrol buruk. Berkaitan dengan jaringan periodontal, hiperglikemia kronik akan meningkatkan aktivitas kolagenase dan menurunkan sintesis kolagen. Enzim kolagenase menguraikan kolagen sehingga ligamen periodontal rusak, kehilangan perlekatan jaringan periodontal dan tulang alveolar, dan gigi menjadi goyah. Jaringan periodontal akan menjadi kuat kembali bila DM diobati dengan baik.16  Terdapat perubahan fungsi sel seperti neutrofil, monosit dan makrofag pada DM. Proses kemotaksis dan fagositosis neutrofil sering terganggu. Sel-sel ini merupakan garis pertama pertahanan tubuh, dan penghambatan fungsi sel-sel tersebut dapat mencegah penghancuran bakteri dalam poket periodontal sehingga meningkatkan kerusakan periodontal.14  SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara status periodontal dan derajat regulasi gula darah pasien DM.  SARAN   1. Pasien DM diharapkan melakukan pemeriksaan rongga mulut agar dapat menjaga kesehatan rongga mulut dan kontrol gula darah HbA1c. 2. Bagi rumah sakit diharapkan dapat memberlakukan pemeriksaan HbA1c pada pasien DM secara rutin atau kebijakan lainnya yang dapat membantu terkontrolnya tingkat HbA1c pasien DM. 3. Bagi tenaga medis diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemeriksaan HbA1c sebagai upaya pengendalian glikemik jangka panjang yang akurat dan merujuk ke poliklinik gigi agar pasien dapat memeriksakan kesehatan gigi dan mulutnya.  DAFTAR PUSTAKA 1. Soegondo S, Sarih DP, Suyono S. Ilmu penyakit dalam. Ed 5. Interna Publishing: 2009. h.1877-80. 2. Sulistria YM. Tingkat self care pasien rawat jalan diabetes mellitus tipe 2 di puskesmas Kalirungkut Surabaya. Jurnal Ilmiah. Vol 2(2). Surabaya: 2013. h.1-11. 3. Florkowski C. HbA1c as a diagnostic test for diabetes mellitus-reviewing the 214 
Emor, Pandelaki, Supit: Hubungan status periodontal... 
evidence. Clin Biochem Rev. 2013;34:75-83. 4.  World Health Organization. Use of glycated haemoglobin (HbA1c) in the diagnosis of diabetes mellitus. Abbreviated report of WHO consultation. Geneva: WHO.2011.p.1- 25. 5. Braatvedt GD, Cundy T, Crooke M, Florkowski C, Mann Jl, Lunt H, et al. Understanding the new HbA1c unit for the diagnosis in type 2 diabetes. N Z Med J 2012;125:70-80. 6. Respati TN, Iwanda. Hubungan diabaetes mellitus dengan karies gigi. Artikel ilmiah [serial online] 2006; [15 halaman]. Semarang: UNDIP. Diunduh dari: URL: http://www.eprints.undip.ac.id/. 7. Stones HH, Farmer ED, Lawton FE. Stone’s oral and dental diseases. Livingstone: Michigan University,  1966; p. 869. 8. Suharsimi A. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta,  2010; p. 389-91. 9. Maidina TS, Djallalluddin, Yasmina A. Hubungan kadar HbA1c dengan kejadian kaki diabetik pada psien diabetes mellitus di RSUD Ulin Banjarmasin April-September 2012. Berkala Kedokteran. 2013;9(2):211-7. 10. Nandya ME, Agustina FE. Status kesehatan jaringan periodontal pada psien diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan pasien non diabetes mellitus berdasarkan GPI. [serial online].[cited 2012 Agu 08]. Available from URL:
Journal.unair.ac.id/.../e-... 11. Hidayati S, Mu’afiro A. Suwito J. Analisis faktor yang berhubungan dengan tingkat keparahan periodontitis pada penderita DM tipe II di poli diabetes RSU Dr. Soetomo Surabaya. [serial online]. 2008 [cited 2012 Aug 08]; 10(2): 51-4. Available from URL: isjd.pdii.;ipi.go.id/admin/jurnal/10208 4954.pdf. 12. Pranckevicene A, Siudikiene J, Ostrauskas R, Machiulskiene V. Keparahan dari penyakit periodontal pada pasien diabetes mellitus dengan tipe diabetesnya. Department of dental and oral pathology. Lithuainian Universitas of health Science, Eiveniu 2,50009-Kaunas, Lithuania. p. 8-22. 13. Indrawati T, Lely AS. Pengaruh kadar glukosa darah yang terkontrol terhadap penurunan derajat kegoyahan gigi penderita diabetes mellitus di RS Persahabatan Jakarta. J Media Litbang Kesehatan. 2004. p. 38-43. 14. Mealey BL. Periodontal disease and diabetes mellitus. A two-way-sheet. J Am Dent Assoc. 2006;137(Suppl_2):26S-31S.  15. Debora C, Matthews DDS. The Relationship Between Diabetes and Periodontal Disease. J Can Dent Assoc. 2002;68(3):161-4. 16.  Lingen MW, Kumar V. Head and neck. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, eds. Robbins & Cotran Pathologic Basis of Disease (7th ed). Philadelphia: Elsevier, 2004; p.773.
  
215 

anatomi gigi

logo dabn gambar kedokteran gigi

ferianangputradrg.blogspot.com







BAB 4 Skenario 3 Blok 1 Berpikir Kritis

ferianangputradrg.blogspot.com


BAB IV
PEMBAHASAN
           
            Semua mahasiswa S1 untuk mendapatkan gelar sarjananya harus mengerjakan tugas akhirnya yang disebut skripsi. Skripsi adalah karangan ilmiah yang memaparkan suatu pokok soal yang cukup penting dalam suatu cabang ilmu sebagai cabang peurnelitian pustaka atau lapangan yang dilakukan oleh seseorang mahasiswa berdasarkan penugasan akademik dari perguruan tingginya untuk menjadi salah satu syarat kelulusan sebagai sarjana.
            Dalam membuat skripsi mahasiswa membutuhkan literature yang relevan. Dengan menggunakan literatur yang relevan akan memudahkan dalam membuat skripsi. Karena dengan literature yang relevan, mahasiswa dapat menjelaskan skripsinya dengan teori yang sudah pasti. Biasanya contoh literature yang digunakan untuk skripsi yaitu jurnal dan textbook.
            Literature dapat didapatkan dari internet. Internet adalah interaksi antar jaringan computer yang dipandang sebagai informs. Internet adalah informasi yang sebagai suatu database atau perpustakaan multimedia yang sanagt besar dan lengkap.
            Internet dapat digunakan sebagai ICT. ICT (Information And Communication Technology) yaitu segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi.

Bab 2 Skenario 3 Blok 1 tentang berpikit Kritis dab Keterampilan Belajar Sepanjang Hayat



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skripsi
1.      Definisi Skripsi
Skripsi adalah suatu karya tulis ilmiah, berupa paparan tulisan hasil penelitian yang membahas suatu masalah dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bidang ilmu tersebut (Drs. Jarwanto, 2005).
2.      Karakteristik Skripsi
·         Untuk bidang pendidikan, skripsi terarah pada eksplorasi atau pemecahan masalah pendidikan.
·         Untuk bidang non-kependidikan, skripsi terarah pada permasalahan bidang keilmuan yang sesuai dengan program studi mahasiswa.
·         Ditulis atas dasar hasil pengamatan dan observasi lapangan atau penelaahan pustaka.
·         Ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar (Rahyono Fx, 2010)

3.      Tujuan Penulisan Skripsi
·         Ingin membuktikan teori-teori yang sudah ada.
Seiring dengan perjalanan waktu ada banyak penelitian dan teori-teori lama sehingga ingin membuktikan apakah hasil penelitian atau teori yang telah ada masih cukup releven dengan keadaan saat ini.
·         Menemukan adanya teori-teori baru atau produk yang baru.
Tujuan ini dilaksanakan karena adanya tuntutan perkembang zaman atau kebutuhan yang ada. Penemuan teori atau produk yang baru akan memudahkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Selain produk atau teori, penemuan juga dapat berupa cara, teknik atau hasil ilmu pengetahuan lainnya yang dapat dimanfaatkan manusia untuk kehidupannya.
·         Mengembangkan hasil penelitian yang sudah ada.
Tujuan penelitian ini menitikberatkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menlalui perkembangan hasil penelitian yang sudah ada akan dapat mengembangkan apa yang sudah diteliti (Universitas Sriwijaya, 2009).

4.      Langkah Penulisan Skripsi
·         Menentukan Topik Skripsi Sesuai Bakat-Minat
Pilihlah topik yang dikuasai dengan baik. Mulai mencari fenomena pada masyarakat yang sesuai dengan tema, dan gunakan ide sebagai solusi untuk diuji atau dikaji.

·         Membuat judul skripsi.
Judul skripsi dapat dibuat dengan beberapa langkah berikut:
~Tulislah terlebih dahulu tema penelitian
~Rangkailah kalimat yang baik dan benar hingga menjadi judul yang dengan tajam mencerminkan penelitian
~Gunakan cara membuat judul skripsi yang baik dan benar, yakni tidak menggunakan kalimat ambigu sebagai judul

·         Mengkonsultasikan tema dan judul skripsi Anda pada dosen pembimbing.

·         Menentukan Dosen Pembimbing Yang Tepat.
o   Konsultasikan skripsi Anda dengan dosen pembimbing yang tepat dan memotivasi kemajuan. Saat mulai konsultasi, mulailah belajar cara membuat proposal skripsi pada dosen Atau pelajarilah kembali tata tulis karya ilmiah dan diktat kuliah metodologi penelitian untuk membekali saat konsultasi.

·         Susun Kerangka Karya Tulis Anda
o   Penyusunan kerangka tulis pada skripsi sangat penting karena akan membantu saat penulisan proposal skripsi atau laporan skripsi. Tulis garis besar isi skripsi sesuai sistematika. kemukakan ide dengan tajam dan akurat dalam menyikapi permasalahan yang di angkat. sertakan data ilmiah yang terverifikasi sebagai sumber dari seluruh naskah karya ilmiah, termasuk kerangka pikiran

·         Mempelajari Dengan Baik Sistematika dan Tata Bahasa
o   Wajib menyusun skripsi dalam sistematika sesuai buku petunjuk penulisan karya ilmiah kampus. Pelajari pola penulisan karya tulis tersebut dengan baik sebari menyusun skripsi. Selain sistematika penulisan, tata bahasa yang di gunakan harus sesuai dengan ragam bahasa ilmiah (Universitas Sriwijaya, 2009).

5.      Manfaat Membuat Skripsi
·         Melatih mengembangkan keterampilan membaca yang efektif
·         Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber
·         Meningkatkan pengorganisasian fakta atau data secara jelas dan sistematis
·         Memperoleh kepuasan intelektual (Adi Purnomo, 2007).

6.      Kesulitan Dalam Menyusun Skripsi
·         Menemukan dan merumuskan masalah
·         Kesulitan mencari literatur atau bahan bacaan
·         Kesulitan metode penelitian dan analisis data
·         Kesulitan dalam menuangkan ide kedalam bahasa ilmiah
·         Takut menemui dosen pembimbing
·         Dana dan waktu yang terbatas (Herdian, 2012).

7.      Cara Meminimalisasi Kesulitan dalam Penyusunan Skripsi
·         Harus mempunyai perencanaan yang matang
·         Memeta kegiatan penyusunan skripsi
·         Memotivasi diri sendiri
·         Memfokuskan skripsi pada materi yang disukai
·         Meningkatkan kemampuan sosialisasi (Darmono dan Hasan, 2005)










2.2 Literatur
1.      Pengertian Literatur
Literatur adalah bahan bacaan yang digunakan dalam berbagai aktivitas baik secara intelektual maupun rekreasi (ALA Glosary of Library and Information Science, 1983).
2.      Tujuan Literatur
1.      Menentukan apa yang sudah diketahui dan belum diketahui tentang masalah, konsep, ataupun ilmu.
2.      Menentukan pertanyaan yang tidak terjawab tentang konsep masalah.
3.      Menentukan suatu dukungan untuk perubahan tindakan praktek.
4.      Menemukan pertanyaan yang tidak terjawab tentang konsep masalah (Nursalam dan Siti Pariani, 2000).

3.      Jenis-jenis Literatur
·         Menurut Lokasi Penempatan :
a.       Koleksi Umum, terdiri atas buku untuk tingkat dewasa sudah diolah dan ditempatkan di rak terbuka. Koleksi umum merupakan monograf dan judul dalam seri. Terbitan berseri disini menjadi koleksi yang dapat dipinjam.
b.      Koleksi Referensi, atau koleksi rujukan menghimpun informasi yang secara langsung dapat menjawab pertanyaan. Contoh : Kamus, direktori, katalog, bibliografi dan lain-lain.
·         Menurut Tingkat Ketajaman Analisis :
a.       Literatur Primer, adalah karya tulisan asli yang memuat kajian teori baru. Contoh : Majalah ilmiah, laporan penelitian, disertasi, makalah seminar dan lain-lain.
b.      Literatur Sekunder, merupakan literatur yang berisi informasi mengenai literatur primer. Contoh : Kamus, ensiklopedi, thesaurus, bibliografi dan lain-lain.
c.       Literatur Tersier, adalah yang memut informasi yang merupakan petunjuk untuk memperoleh literatur sekunder. Yang termasuk literatur tersier adalah bibliografi dari bibliografi dan direktori dari direktori dan lain-lain (Sulistyo-Basuki, 2002).

4.      Langkah-Langkah Mencari Literatur Yang Baik
a.       Memakai kata kunci, agar literatur yang di dapat lebih sesuai.
b.      Menggunakan peta dalam buku, yang dimaksud peta adalah daftar isi, indeks, dan glossary.
c.       Menelusuri satu petunjuk ke petunjuk lainnya, mencari skripsi atau jurnal penelitian yang berkaitan dengan penelitian Anda.
d.      Mencari di wilayah baru, biasanya literatur yang kita cari tidak ada pada bidang kita.
e.       Memakai sumber kedua, menggunakan buku atau referensi tulisan orang lain yang mengutip literatur lain sebelumnya (Nurhadi,2002).

5.      Manfaat Literatur
a.       Membantu pemilihan prosedur penelitian.
b.      Menghindari duplikasi penelitian, mendalami landasan teori.
c.       Menunjang perumusan masalah (Castetter and Heiser, 2009).

6.      Fungsi Penelusuran Literatur
            Penelusuran literatur adalah tahap penting dari sebuah penelitian akademik.
a.       Fungsi Kognitif
Meliputi menghindari keterulangan yang sia-sia, mencari kebenaran penelitian terbaru, mencari teori yang dapat untuk menyusun hipotesis.
b.      Fungsi Sosial
Menunjukkan kepada pembaca bahwa karya tulis kita adalah penemuan baru dari yang sudah ada (Chris, 2001).

7.      Contoh-Contoh Literatur
a.       Jurnal
b.      Skripsi
c.       Textbook
d.      Majalah penelitian
e.       Kamus
f.       Direktori
g.      Ensiklopedi (Ahmad, 2000).












2.3 ICT ( Information and Communication Technology)
1.      Pengertian ICT
Teknologi yang diperlukan untuk memproses data. Ruang lingkup tajuknya sangat luas berkenan segala aspek dalam pengurusan dan pemprosesan maklumat. Secara cepat dan mudah penggunaan komputer untuk mengubah, menyimpan, melindungi, memproses, memindah, melihat, dan mendapatkan maklumat tanpa mengira tempat dan waktu (Ainulishak, 2015).

2.      Tujuan Pemanfaatan ICT
Untuk memecahkan suatu masalah, membuka kreativitas dan efisiensi manusia dalam melakukan pekerjaan, menjadi penyebab atau acuan diciptakan teknologi informasi. Dengan adanya tekologi informasi membuat pekerjaan manusia menjadi lebih mudah dan efisien (Sutarman, 2009).

3.      Peran ICT dalam Dunia Pendidikan
a.      Sebagai gudang ilmu pengetahuan, dengan ICT sumber ilmu pengetahuan menjadi begitu kaya bahkan melimpah. Internet memiliki peran besar sebagai sumber ilmu pengetahuan yang dapat diakses secara luas yang di dalamnya telah terkoneksi dengan ribuan perpustakaan digital, jutaan artikel atau jurnal, jutaan e-book, dan lain-lain.
b.      Sebagai alat bantu pembelajaran, bahwa pembelajaran saat ini lebih mudah dengan bantuan ICT. Untuk menghadirkan kepada siswa melalui peralatan ICT seperti multimedia dan media pembelajaran hasil olahan komputer seperti grafis, gambar, display, dan lain-lain.
c.       Sebagai fasilitas penidikan, memperluas kesempatan belajar, memfasilitasi pembentukan keterampilan, dan yang bernuansa elektronik seperti komputer editing dan lain-lain.
d.      Sebagai standar kompetensi, sebagai mata pelajaran yang kita kenal TIK (Shara Y Huranaen, 2012).

4.      Kelebihan dan Kekurangan ICT
1)      Keleihan
a.       Gambar- gambar dapat lebih mudah digunakan dalam proses mengajar dan memperbaiki daya ingat.
b.      Dosen atau pengajar dapat lebih mudah menjelaskan instruksi yang rumit dan memastikan pemahaman siswa.
c.       Para pengajar dapat membuat kelas interaktif dan membuat roses belajar mengajar lebih menyenangkan (Munir, 2009).

2)      Kekurangan
a.       Permasalahan dalam pengaturan dan pengoperasian dari alat tersebut.
b.      Terlalu mahal.
c.       Kesulitan para pengajar karena pengalaman yang sangat minim.
d.      Sering terjadi penyalahgunaan ICT (Munir, 2009).
2.4 INTERNET
1.      Pengertian Internet
Internet adalah suatu pusat informasi bebas hambatan yaitu artinya dapat menghubungkan satu pusat atau situs informasi ke situs informasi lainnya dalam waktu yang relative mudah dan cepat, dengan demikian perpustakaan dapat terbantu adanya internet dalam hal memuaskan kebutuhan informasi pengguna. (hasugian, 2006)
2.      Manfaat Internet (lutfi, 2011)
1.      Mendapatkan informasi
2.      Belajar jarak jauh (E-learning)
3.      Mengobrol (chatting)
4.      Mengirim pesan (e-mail)
5.      Internet banking

















2.5 Literatur Dapat Mempermudah Dalam Pembuatan Skripsi
            Literatur adalah bahan bacaan yang digunakan dalam berbagai aktivitas baik secara intelektual maupun rekreasi (ALA Glosary Of Library And Information Science, 1983). Dalam pembuatan skripsi membutuhkan literature yang relevan. Apabila literature yang digunakan relevan dan bisa bertanggung jawab maka skripsi yang dihasilkan akan lebih bagus dan dapat dipercaya. Dengan literature yang relevan, akan memudahkan kita untuk mengeksplor skripsi dengan teori-teori yang ada.