Step to Health Expert of Dental
*DENTISTRY *DENTIST
Minggu, 31 Juli 2016
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Rongga Mulut 2.1.1. Pendahuluan Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang membatasi rongga mulut (Yousem et al., 1998). Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi. Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir (Tortora et al., 2009).
Gambar 2.1. Anatomi Rongga Mulut (Tortorra et al., 2009)
2.1.2. Bibir dan Palatum Bibir atau disebut juga labia, adalah lekukan jaringan lunak yang mengelilingi bagian yang terbuka dari mulut. Bibir terdiri dari otot orbikularis oris dan dilapisi oleh kulit pada bagian eksternal dan membran mukosa pada bagian internal (Seeley et al., 2008 ; Jahan-Parwar et al., 2011). Secara anatomi, bibir dibagi menjadi dua bagian yaitu bibir bagian atas dan bibir bagian bawah. Bibir bagian atas terbentang dari dasar dari hidung pada bagian superior sampai ke lipatan nasolabial pada bagian lateral dan batas bebas dari sisi vermilion pada bagian inferior. Bibir bagian bawah terbentang dari bagian atas sisi vermilion sampai ke bagian komisura pada bagian lateral dan ke bagian mandibula pada bagian inferior (Jahan-Parwar et al., 2011). Kedua bagian bibir tersebut, secara histologi, tersusun dari epidermis, jaringan subkutan, serat otot orbikularis oris, dan membran mukosa yang tersusun dari bagian superfisial sampai ke bagian paling dalam. Bagian vermilion merupakan bagian yang tersusun atas epitel pipih yang tidak terkeratinasi. Epitelepitel pada bagian ini melapisi banyak pembuluh kapiler sehingga memberikan warna yang khas pada bagian tersebut. Selain itu, gambaran histologi juga menunjukkan terdapatnya banyak kelenjar liur minor. Folikel rambut dan kelejar sebasea juga terdapat pada bagian kulit pada bibir, namun struktur tersebut tidak ditemukan pada bagian vermilion (Tortorra et al., 2009; Jahan-Parwar et al., 2011). Permukaan bibir bagian dalam dari bibir atas maupun bawah berlekatan dengan gusi pada masing-masing bagian bibir oleh sebuah lipatan yang berada di bagian tengah dari membran mukosa yang disebut frenulum labial. Saat melakukan proses mengunyah, kontraksi dari otot-otot businator di pipi dan otototot orbukularis oris di bibir akan membantu untuk memosisikan agar makanan berada di antara gigi bagian atas dan gigi bagian bawah. Otot-otot tersebut juga memiliki fungsi untuk membantu proses berbicara. Palatum merupakan sebuah dinding atau pembatas yang membatasi antara rongga mulut dengan rongga hidung sehingga membentuk atap bagi rongga
mulut. Struktur palatum sangat penting untuk dapat melakukan proses mengunyah dan bernafas pada saat yang sama. Palatum secara anatomis dibagi menjadi dua bagian yaitu palatum durum (palatum keras) dan palatum mole (palatum lunak). Palatum durum terletak di bagian anterior dari atap rongga mulut. Palatum durum merupakan sekat yang terbentuk dari tulang yang memisahkan antara rongga mulut dan rongga hidung. Palatum durum dibentuk oleh tulang maksila dan tulang palatin yang dilapisi oleh membran mukosa. Bagian posterior dari atap rongga mulut dibentuk oleh palatum mole. Palatum mole merupakan sekat berbentuk lengkungan yang membatasi antara bagian orofaring dan nasofaring. Palatum mole terbentuk dari jaringan otot yang sama halnya dengan paltum durum, juga dilapisi oleh membran mukosa (Marieb and Hoehn, 2010; JahanParwar et al., 2011).
Gambar 2.2. Anatomi Palatum (Agave Clinic, 2007)
2.1.3. Lidah Lidah merupakan salah satu organ aksesoris dalam sistem pencernaan. Secara embriologis, lidah mulai terbentuk pada usia 4 minggu kehamilan. Lidah tersusun dari otot lurik yang dilapisi oleh membran mukosa. Lidah beserta otototot yang berhubungan dengan lidah merupakan bagian yang menyusun dasar dari
rongga mulut. Lidah dibagi menjadi dua bagian yang lateral simetris oleh septum median yang berada disepanjang lidah. Lidah menempel pada tulang hyoid pada bagian inferior, prosesus styloid dari tulang temporal dan mandibula (Tortorra et al., 2009; Marieb and Hoehn, 2010 ; Adil et al., 2011). Setiap bagian lateral dari lidah memiliki komponen otot-otot ekstrinsik dan intrinsik yang sama. Otot ekstrinsik lidah terdiri dari otot hyoglossus, otot genioglossus dan otot styloglossus. Otot-otot tersebut berasal dari luar lidah (menempel pada tulang yang ada di sekitar bagian tersebut) dan masuk kedalam jaringan ikat yang ada di lidah. Otot-otot eksternal lidah berfungsi untuk menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke sisi yang berlawanan dan menggerakkan ke arah luar dan ke arah dalam. Pergerakan lidah karena otot tersebut memungkinkan lidah untuk memosisikan makanan untuk dikunyah, dibentuk menjadi massa bundar, dan dipaksa untuk bergerak ke belakang mulut untuk proses penelanan. Selain itu, otot-otot tersebut juga membentuk dasar dari mulut dan mempertahankan agar posisi lidah tetap pada tempatnya. Otot-otot intrisik lidah berasal dari dalam lidah dan berada dalam jaringan ikat lidah. Otot ini mengubah bentuk dan ukuran lidah pada saat berbicara dan menelan. Otot tersebut terdiri atas : otot longitudinalis superior, otot longitudinalis inferior, otot transversus linguae, dan otot verticalis linguae. Untuk menjaga agar pergerakan lidah terbatas ke arah posterior dan menjaga agar lidah tetap pada tempatnya, lidah berhubungan langsung dengan frenulum lingual, yaitu lipatan membran mukosa yang berada pada bagian tengah sumbu tubuh dan terletak di permukaan bawah lidah, yang menghubungkan langsung antara lidah dengan dasar dari rongga mulut (Tortorra et al., 2009; Marieb and Hoehn, 2010). Pada bagian dorsum lidah (permukaan atas lidah) dan permukaan lateral lidah, lidah ditutupi oleh papila. Papila adalah proyeksi dari lamina propria yang ditutupi oleh epitel pipih berlapis. Sebagian dari papila memiliki kuncup perasa, reseptor dalam proses pengecapan, sebagian yang lainnya tidak. Namun, papila yang tidak memiliki kuncup perasa memiliki reseptor untuk sentuhan dan berfungsi untuk menambah gaya gesekan antara lidah dan makanan, sehingga mempermudah lidah untuk menggerakkan makanan di dalam rongga mulut.
Secara histologi (Mescher, 2010), terdapat empat jenis papila yang dapat dikenali sampai saat ini, yaitu : 1. Papila filiformis. Papila filiformis mempunyai jumlah yang sangat banyak di lidah. Bentuknya kerucut memanjang dan terkeratinasi, hal tersebut menyebabkan warna keputihan atau keabuan pada lidah. Papila jenis ini tidak mengandung kuncup perasa. 2. Papila fungiformis. Papila fungiformis mempunyai jumlah yang lebih sedikit dibanding papila filiformis. Papila ini hanya sedikit terkeratinasi dan berbentuk menyerupai jamur dengan dasarnya adalah jaringan ikat. Papila ini memiliki beberapa kuncup perasa pada bagian permukaan luarnya. Papila ini tersebar di antara papila filiformis. 3. Papila foliata. Papila ini sedikit berkembang pada orang dewasa, tetapi mengandung lipatan-lipatan pada bagian tepi dari lidah dan mengandung kuncup perasa. 4. Papila sirkumfalata. Papila sirkumfalata merupakan papila dengan jumlah paling sedikit, namun memiliki ukuran papila yang paling besar dan mengandung lebih dari setengah jumlah keseluruhan papila di lidah manusia. Dengan ukuran satu sampai tiga milimeter, dan berjumlah tujuh sampai dua belas buah dalam satu lidah, papila ini umumnya membentuk garis berbentuk menyerupai huruf V dan berada di tepi dari sulkus terminalis. Pada bagian akhir dari papila sirkumfalata, dapat dijumpai sulkus terminalis. Sulkus terminalis merupakan sebuah lekukan melintang yang membagi lidah menjadi dua bagian, yaitu lidah bagian rongga mulut (dua pertiga anterior lidah) dan lidah yang terletak pada orofaring (satu pertiga posterior lidah). Mukosa dari lidah yang terletak pada orofaring tidak memiliki papila, namun tetap berstruktur bergelombang dikarenakan keberadaan tonsil lingualis yang terletak di dalam mukosa lidah posterior tersebut (Saladin, 2008; Marieb and Hoehn, 2010).
Gambar 2.3. Penampang Lidah (Netter, 2011)
2.1.4 Gigi Manusia memiliki dua buah perangkat gigi, yang akan tampak pada periode kehidupan yang berbeda. Perangkat gigi yang tampak pertama pada anakanak disebut gigi susu atau deciduous teeth. Perangkat kedua yang muncul setelah perangkat pertama tanggal dan akan terus digunakan sepanjang hidup, disebut sebagai gigi permanen. Gigi susu berjumlah dua puluh empat buah yaitu : empat buah gigi seri (insisivus), dua buah gigi taring (caninum) dan empat buah geraham (molar) pada setiap rahang. Gigi permanen berjumlah tiga puluh dua buah yaitu : empat buah gigi seri, dua buah gigi taring, empat buah gigi premolar, dan enam buah gigi geraham pada setiap rahang (Seeley et al., 2008). Gigi susu mulai tumbuh pada gusi pada usia sekitar 6 bulan, dan biasanya mencapai satu perangkat lengkap pada usia sekitar 2 tahun. Gigi susu akan secara bertahap tanggal selama masa kanak-kanak dan akan digantikan oleh gigi permanen.
Gambar 2.4. Gigi Susu dan Gigi Permanen (Tortorra et al., 2009)
Gigi melekat pada gusi (gingiva), dan yang tampak dari luar adalah bagian mahkota dari gigi. Menurut Kerr et al. (2011), mahkota gigi mempunyai lima buah permukaan pada setiap gigi. Kelima permukaan tersebut adalah bukal (menghadap kearah pipi atau bibir), lingual (menghadap kearah lidah), mesial (menghadap kearah gigi), distal (menghadap kearah gigi), dan bagian pengunyah (oklusal untuk gigi molar dan premolar, insisal untuk insisivus, dan caninus). Bagian yang berada dalam gingiva dan tertanam pada rahang dinamakan bagian akar gigi. Gigi insisivus, caninus, dan premolar masing-masing memiliki satu buah akar, walaupun gigi premolar pertama bagian atas rahang biasanya memiliki dua buah akar. Dua buah molar pertama rahang atas memiliki tiga buah akar, sedangkan molar yang berada dibawahnya hanya memiliki dua buah akar. Bagian mahkota dan akar dihubungkan oleh leher gigi. Bagian terluar dari akar dilapisi oleh jaringan ikat yang disebut cementum, yang melekat langsung dengan ligamen periodontal. Bagian yang membentuk tubuh dari gigi disebut dentin. Dentin mengandung banyak material kaya protein yang menyerupai
tulang. Dentin dilapisi oleh enamel pada bagian mahkota, dan mengelilingi sebuah kavitas pulpa pusat yang mengandung banyak struktur jaringan lunak (jaringan ikat, pembuluh darah, dan jaringan saraf) yang secara kolektif disebut pulpa. Kavitas pulpa akan menyebar hingga ke akar, dan berubah menjadi kanal akar. Pada bagian akhir proksimal dari setiap kanal akar, terdapat foramen apikal yang memberikan jalan bagi pembuluh darah, saraf, dan struktur lainnya masuk ke dalam kavitas pulpa (Seeley et al., 2008, Tortorra et al., 2009).
2.2. Flora Normal 2.2.1. Pendahuluan Istilah ‘flora normal’ menunjukkan populasi mikroorganisme yang hidup di kulit dan membran mukosa orang normal yang sehat. Beberapa jenis bakteri dan jamur merupakan dua jenis organisme yang termasuk ke dalam kumpulan flora normal. Keberadaaan flora virus normal masih diragukan (Brooks et al., 2008; Levinson, 2008). Kulit dan membran mukosa selalu mengandung berbagai mikroorganisme yang dapat tersusun menjadi dua kelompok, yaitu: flora residen dan flora transien. Flora residen terdiri dari jenis mikroorganisme yang relatif tetap dan secara teratur ditemukan di daerah tertentu pada usia tertentu; jika terganggu, flora tersebut secara cepat akan tumbuh kembali dengan sendirinya. Flora transien terdiri dari mikroorganisme yang nonpatogen atau secara potensial bersifat patogen yang menempati kulit atau membran mukosa selama beberapa jam, hari, atau minggu; berasal dari lingkungan, tidak menyebabkan penyakit, dan tidak dapat menghidupkan dirinya sendiri secara permanen di permukaan. Anggota flora transien secara umum memiliki makna kecil selama flora normal masih tetap utuh. Namun, apabila flora residen terganggu, mikroorganisme transien dapat berkolonisasi, berproliferasi dan menyebabkan penyakit (Brooks et al., 2008).
2.2.2. Peran Flora Residen Mikroorganisme yang secara konstan ada di permukaan tubuh bersifat komensal. Pertumbuhannya di daerah tertentu bergantung pada faktor-faktor
fisiologi, yaitu temperatur, kelembaban, dan adanya zat gizi serta zat inhibitor tertentu. Keberadaan flora normal tersebut tidak penting bagi kehidupan, karena hewan “bebas mikroorganisme” dapat hidup pada keadaan tidak adanya flora mikroba normal (Brooks et al., 2008; Nasution, 2010). Flora residen di daerah tertentu memainkan peranan yang nyata dalam mempertahankan kesehatan dan fungsi normal. Anggota flora residen dalam saluran cerna menyintesis vitamin K dan membantu absorpsi makanan. Pada memnran mukosa dan kulit, flora residen mencegah kolonisasi patogen dan kemungkinan terjadinya penyakit melalui “interferensi bakteri”. Mekanisme gangguan interfernsi tersebut tidak jelas. Mekanisme tersebut dapat meliputi kompetisi terhadap reseptor atau tempat pengikatan (binding sites) pada sel pejamu, kompetisi mendapatkan makanan, saling menghambat oleh hasil metabolik atau toksik, saling menghambat oleh bahan antibiotik atau bakteriosin, atau dengan mekanisme lain. Supresi flora normal secara jelas menyebabkan kekosongan lokal parsial yang cenderung diisi oleh organisme dari lingkungan atau dari bagian tubuh yang lain. Organisme tersebut bersifat oportunistik dan dapat menjadi patogen (Brooks dkk, 2008; Nasution, 2010). Sebaliknya, anggota flora normal sendiri dapat menyebabkan penyakit dalam keadaan tertentu. Organisme-organisme tersebut beradaptasi dengan cara hidup yang noninvasif yang disebabkan oleh keterbatasan keadaan lingkungan. Jika dipindahkan secara paksa akibat pembatasan lingkungan tersebut dan dimasukkan ke dalam aliran darah atau jaringan, organisme tersebut dapat menjadi patogenik. Hal tersebut tampak pada individu yang berada dalam status imunokompromi dan sangat lemah karena suatu penyakit kronik, dimana flora normal akan menyebabkan suatu penyakit pada tempat anatomisnya (Levinson, 2008). Hal yang penting adalah bahwa mikroba yang tergolong flora residen normal tidak membahayakan dan dapat menguntungkan di lokasi normalnya pada penjamu serta pada keadaan tanpa kelainan yang menyertai. Organisme tersebut dapat menyebabkan penyakit jika dimasukkan dalam jumlah besar dan jika terdapat faktor predisposisi. Berikut adalah tabel mengenai jenis flora normal
yang sering ditemukan pada berbagai tempat di tubuh manusia (Kayser et al., 2005). Tabel 2.1. Tabel Distribusi Flora Normal Pada Manusia Sumber : Kayser et al., 2005
2.2.3 Flora Normal Mulut dan Saluran Pernapasan Atas Membran mukosa mulut dan faring sering steril saat lahir, tetapi dapat terkontaminasi saat melewati jalan lahir. Dalam waktu 4-12 jam setelah lahir, Streptococcus viridans dapat ditemukan sebagai anggota flora residen yang paling menonjol dan tetap demikian seumur hidup. Organisme tersebut kemungkinan berasal dari saluran pernapasan ibu dan orang yang hadir saat persalinan. (Nasution, 2010). Di faring dan trakea, flora normal yang serupa tumbuh sendiri, sedangkan beberapa bakteri dalam bronkus normal. Bronkus kecil dan alveoli secara normal
adalah steril. Organisme yang dominan dalam saluran pernapasan atas terutama faring, adalah neisseria dan streptokokus alfa-hemolitik, dan nonhemolitik. Stafilokokus, difteroid, hemofilus, pneumokokus, mikoplasma, dan prevotella juga ditemukan. Infeksi mulut dan saluran pernapasan biasanya disebabkan oleh flora oronasal campuran, termasuk anaerob. Ada beberapa penyakit dalam rongga mulut yang disebabkan oleh flora normal, diantaranya adalah karies gigi dan penyakit periodontal (Nester et al., 2008; Nasution, 2010).
2.3. Karies Gigi dan Penyakit Periodontal Penyakit utama yang disebabkan oleh flora normal yang di rongga mulut adalah karies gigi dan penyakit periodontal. Kedua penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling penting di dunia. Karies gigi masih merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang serius di negara berkembang, dimana penyakit ini diderita 60-90% anak usia sekolah dan hampir keseluruhan dari orang dewasa (Petersen et al., 2005; Nester et al., 2008). Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sendiri juga masih memerlukan perhatian khusus. Menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2003 menyebutkan bahwa 81 persen anak usia 5 tahun mengalami karies, dan 51 persen anak diatas 10 tahun mengalami karies yang belum mendapatkan perawatan. Data SKRT tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi kareis gigi pada masyarakat Indonesia adalah 90 persen. Ini merupakan indikator bagi masyarakat Indonesia bahwa kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat kurang terhadap kesehatan gigi dan mulut (Herwanda dan Bahar, 2009). Menurut The National Preventive Dentistry Program, 20% dari 60% penderita karies yang merupakan anak-anak, merupakan anak-anak yang berasal dari status ekonomi rendah. Sedangkan penyakit periodontal merupakan masalah yang tersebar luas pada masyarakat terutama orang dewasa (Burt, 2005; Peng et al., 2011).
Karies gigi merupakan suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya karies yaitu individu yang rentan, tersedianya karbohidrat di rongga mulut yang cukup, terbentuknya plak, dan banyaknya mikroorganisme kariogenik seperti Streptococcus mutans (Prakash et al.,2012).
Gambar 2.5. Faktor Penyebab Karies Gigi (http://dentalresource.org/topic54dentalcaries.html)
Steptococcus mutans merupakan penyebab utama dari karies. Nama ‘mutans’ diberikan dikarenakan seringnya transisi bentuk dari bentuk kokus menjadi kokobasil. Sampai sekarang telah ditemukan tujuh buah spesies Steptococcus mutans yang ditemukan pada manusia dan hewan. Sebanyak delapan buah serotipe (a-h) telah dikenali berdasarkan susunan antigen spesifik yang berada pada dinding sel bakteri tersebut. Diantara semua serotipe dari Streptococcus mutans yang telah dikenali, hanya tiga buah serotipe Streptococcus mutans yang ditemukan pada manusia yaitu serotipe c, e ,dan f (Samaranayake, 2002).
Gambar 2.6. Streptococcus mutans pada Pewarnaan Gram (http://www.textbookofbacteriology.net/normalflora.html)
Streptococcus mutans bersama dengan beberapa bakteri jenis lain akan berkolonisasi di permukaan luar dari gigi untuk membentuk plak. Jika plak yang terbentuk tidak dibersihkan secara manual dengan menggunakan sikat gigi atau secara alamiah dengan menggunakan metode pembersihan berupa saliva, asam yang dihasilkan bakteri sebagai hasil metabolisme karbohidrat di gigi akan menyebabkan demineralisasi dari enamel. Fisura dan celah dari permukaan gigi adalah tempat yang paling sering terjadinya kerusakan gigi. Seiring berjalannya waktu, karies akan menyebar hingga ke bagian dentin, yang menyebabkan terbentuknya kavitas dari enamel dan penetrasi menuju ke bagian pulpa. Jika karies sudah mencapai pulpa, keadaan ini disebut dengan pulpitis akut. Pada fase akut, dimana infeksi pulpa masih terbatas, gigi menjadi sensitif terhadap perkusi, rasa dingin dan rasa panas. Rasa nyeri di sekitar daerah infeksi akan hilang jika stimulus yang merangsang dihilangkan (Kasper et al., 2005). Pada saat infeksi sudah mengenai semua bagian pulpa, akan terjadi pulpitis yang bersifat ireversibel dan akan menyebabkan nekrosis pulpa pada akhirnya. Pada stadium akhir dari karies gigi, rasa nyeri sangat hebat pada daerah infeksi. Rasa sakit yang dirasakan bersifat tajam dan akan bertambah buruk jika berada dalam posisi berbaring. Ketika telah terjadi nekrosis sempurna pada gigi, rasa nyeri akan muncul secara konstan atau intermiten, namun sensitivitas terhadap rasa dingin akan hilang (Kasper et al., 2005).
Penyakit periodontal merupakan suatu penyakit akibat infeksi yang mengenai jaringan yang menyokong gigi. Gigi disokong oleh gusi atau gingiva, dan akar dari gigi akan diikat oleh ligamen periodontal. Pada penyakit periodontal, jaringan penyokong gigi hancur. Jika bagian yang hancur adalah bagian gusi, disebut sebagai gingivitis. Sedangkan jika hanya melibatkan jaringan ikat dan tulang, disebut periodontitis (Cartensen et al., 2012). Proses terjadinya penyakit periodontal dimulai secara tak kasat mata. Proses tersebut mula-mula terjadi diatas garis gusi dan didalam sulkus gingiva. Plak, termasuk plak yang telah termineralisasi (calculus), dapat dicegah pembentukannya dengan menjaga kesehatan rongga mulut dan pembersihan oleh tenaga profesional secara berkala. Inflamasi kronik akan terjadi dan menyebabkan hiperemi yang tidak menyakitkan di bagian gingiva (gingivitis) yang biasanya akan berdarah jika disikat. Jika tidak diperhatikan, penyakit ini akan menjadi berat sehingga akan meyebabkan terbukanya sulkus yang telah dimineralisasi dan destruksi dari jaringan ikat periodontal. Kantung yang terbentuk di sekeliling dari gigi yang berisi pus dan debris (Kasper et al., 2005). Ketika periodontium sudah rusak sepenuhnya, gigi akan menjadi longgar dan dapat terlepas. Penyakit periodontal yang akut dan agresif sangat jarang ditemukan dibandingkan dengan yang kronik. Tetapi jika individu stres atau terpapar dengan patogen baru, penyakit yang sangat progresif dan bersifat destruktif yang mengenai jaringan periodontal akan terjadi. Kejadian karies gigi dan penyakit periodontal sebenarnya dapat dicegah,yaitu dengan cara menjaga dan memelihara kesehatan rongga mulut. Hal yang dapat digunakan sebagai acuan untuk memelihara kesehatan rongga mulut akan dibahas pada bagian selanjutnya.
2.4. Pemeliharaan Kesehatan Rongga Mulut Meskipun di beberapa negara berkembang dilaporkan sudah terjadi perbaikan atau peningkatan kesehatan gigi mulut, namun kesehatan gigi mulut tetap merupakan tantangan masalah kesehatan yang perlu ditanggulangi. Setidaknya ada enam masalah yang timbul dan dihubungkan dengan masalah
kesehatan gigi. Keenam masalah tersebut adalah karies, penyakit periodontal, halitosis, stomatitis, gangguan pada sendi temporomandibular, dan beberapa penyakit sistemik yang seperti penyakit jantung koroner, Diabetes Mellitus, dan pneumonia. Masalah-masalah tersebut saling terkait dan bisa timbul bersamaan dan berdampak terhadap kualitas hidup seseorang (Pintauli and Hamada, 2008). WHO (World Health Organization) sendiri sudah sejak tahun 1986 menyelenggarakan konferensi internasional untuk mengembangkan pendekatan pencegahan yang radikal terhadap kesehatan umum masyarakat. Berdasarkan pendekatan inilah, WHO Global Oral Health Program membuat upaya peningkatan kesehatan gigi mulut masyarakat. Selain pendekatan pentingnya ‘pola hidup sehat’ , pendekatan juga ditujukan kepada pendekatan faktor risiko. Semua pendekatan ini dititikberatkan kepada upaya pencegahan. Di Indonesia, upaya pencegahan lebih terpusat pada karies gigi dan penyakit periodontal yang dapat dikatakan sebagai penyakit mulut yang dapat dicegah. Kontrol plak atau tindakan menyikat gigi merupakan kunci keberhasilan untuk mempunyai rongga mulut yang sehat dalam upaya pencegahan dan pemeliharaan rongga mulut yang optimal. ADA (American Dentistry Association) merekomendasikan beberapa cara untuk menjaga kebersihan rongga mulut. Rekomendasi tersebut adalah tentang menggosok gigi, pengunaan benang pembersih ataupun pembersih sela gigi, rekomendasi pola hidup sehat, dan melakukan pengecekan gigi secara berkala ke pusat perawatan gigi yang memiliki tenaga profesional yang memiliki kemampuan memeriksa dan membersihkan gigi (ADA, 2012). ADA merekomendasikan kepada masyarakat agar meyikat gigi sebanyak dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi berfluor yang telah diakui oleh ADA. Pada saat meyikat gigi, usahakan membersihkan seluruh permukaan gigi. Penggunaan sikat gigi elektrik dianjurkan pada orang yang menderita artritis sehingga sulit menggerakkan tangan. Kehigienisan sikat gigi juga penting dijaga, dimana tidak dianjurkan menyimpan sikat gigi di tempat yang tertutup karena dapat menyebabkan pertumbuhan kuman pada sikat gigi. Sikat gigi diganti setiap tiga atau empat bulan, atau jika bulu sikat telah berjerumbai, karena bulu sikat
yang telah berjerubai tidak dapat membersihkan gigi dengan baik. Penggunaan alat bantu untuk membersihkan gigi dianjurkan untuk membersihkan sela-sela gigi yang tidak dapat dibersihkan dengan cara menggosok gigi. Alat bantu yang dianjurkan oleh ADA adalah benang pembersih dan pembersih sela gigi. Alat bantu ini diharapkan dapat membantu melepaskan lapisan lengket yang disebut plak dan sisa-sisa makanan yang terperangkap di sela-sela gigi dan di bawah garis gusi (MFMER, 2011; ADA, 2012). Faktor diet juga berpengaruh pada kebersihan rongga mulut. ADA merekomendasikan diet yang seimbang dan pembatasan makan makanan ringan diantara waktu makan. Selain itu, melakukan pemeriksaan kesehatan gigi pada pusat kesehatan yang memiliki tenaga terlatih juga merupakan salah satu upaya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Pemeriksaan rutin yang direkomendasikan untuk orang dewasa adalah kira-kira tiga bulan sampai dua tahun sekali. Makin sehat kesehatan gigi dan mulut seseorang, maka makin lama waktu selang antara satu pemeriksaan rutin dengan pemeriksaan rutin lainnya. Namun, jika ditemukan kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut yang buruk, jarak antar pemeriksaan rutin akan semakin sempit (NHS, 2011). Pembersihan plak supragingival setiap hari merupakan faktor utama dalam mencegah kejadian karies, gingivitis dan periodontitis. Cara umum untuk menghilangkan plak bakterial tersebut adalah dengan cara melepaskan biofilm secara manual dengan menggunakan sikat gigi dan penggunaan benang gigi. Namun, beberapa studi menyatakan bahwa waktu menyikat gigi rata-rata pada orang dewasa kurang untuk dapat kebersihan rongga mulut yang baik. Informasi lainnya menunjukkan bahwa hanya 2-10% dari pasien yang menggunakan benang gigi unutk membersihkan sela-sela gigi. Selain hal tersebut, sebuah studi menyatakan bahwa kepatuhan pasien akan berkurang seiring berjalannya waktu walaupun telah diberikan edukasi sebelumnya (Marchetti et al., 2011). Banyak studi menunjukkan bahwa ternyata obat kumur efektif dan berguna untuk menjaga kebersihan rongga mulut. Obat kumur digunakan dengan cara dikumur dalam rongga mulut dengan bantuan otot-otot pipi, bibir, dan lidah sehingga partikel dan debris akan lepas dari rongga mulut. Obat kumur yang
mengandung antimikroba efektif terhadap mikroba yang berada pada permukaan gingiva dan mukosa rongga mulut (Daniel et al., 2008; Marchetti et al., 2011). Banyak produk obat kumur yang mengandung alkohol sebagai komposisi utama. Alkohol dalam obat kumur digunakan sebagai pelarut dari perasa yang digunakan untuk menutupi rasa dari bahan aktif yang terkandung di dalamnya. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa pasien dengan xerostomia, ketergantungan alkohol, atau jaringan yang senstif terhadap alkohol harus menggunakan obat kumur yang bebas alkohol. Menurut Haq et al. (2009), alkohol dalam obat kumur tidak meningkatkan efektivitas dari kerja obat kumur tersebut. Alkohol justru memiliki kecenderungan menyebabkan efek samping seperti rasa terbakar pada mulut karena alkohol dapat mengaktifkan vanilloid receptor-1, agreviasi dari xerostomia, dan halitosis pada sebagian kasus. Alkohol juga diduga memiliki peran dalam menyebabkan kanker pada rongga mulut karena bersifat iritatif pada epitel. Namun, menurut ADA dan FDA (Food and Drug Administration), data yang didapatkan masih belum cukup untuk membuktikan hubungan antara penggunaan obat kumur yang mengandung alkohol dengan kejadian kanker mulut (Daniel et al., 2008; Dental Guide, 2012). Ada 3 jenis obat kumur yang tersedia dipasaran. Yang pertama adalah obat kumur yang bersifat kosmetik, dimana obat kumur tersebut hanya digunakan untuk menghilangkan bau mulut. Yang kedua adalah obat kumur antiseptik. obat kumur antiseptik banyak dipakai pada bidang kedokteran gigi sebagai terapi unutk berbagai kondisi klinis seperti mengurangi pembentukan plak gigi dan mengurangi kejadian kerusakan gigi. Sedangkan yang terakhir adalah obat kumur yang mengandung fluor. Obat kumur jenis ini digunakan oleh orang-orang dengan risiko kerusakan gigi. Namun, obat kumur jenis ini jarang digunakan karena sebagian besar fluor yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan gigi telah didapatkan dari menggosok gigi dengan pasta gigi yang mengandung fluor. ADA dan FDA merekomendasikan dua jenis obat kumur yang telah diterima oleh kedua organisasi tersebut. Kedua jenis obat kumur tersebut adalah obat kumur yang mengandung minyak esensial dan obat kumur dengan kandungan aktif klorheksidin. Kedua obat kumur tersebut biasanya digunakan pada keadaan
gingivitis dan untuk mengontrol dan mengobati biofilm plak (Daniel et al., 2008; Dental Guide, 2012). 2.5. Klorheksidin Glukonat Klorheksidin glukonat merupakan suatu disinfektan dan suatu agen antiinfektif yang juga digunakan sebagai obat kumur untuk mencegah terbentuknya plak pada gigi. Klorheksidin glukonat memiliki rumus molekul C34H54Cl2N10O14, dengan berat molekul 897.7572. Klorheksidin memiliki titik didih pada suhu 1121.4°C dalam tekanan 760 mmHg (DrugBank, 2012; ChemNet, 2012).
Gambar 2.7. Struktur Kimia Klorheksidin Glukonat (DailyMed, 2010)
Klorheksidin memiliki beberapa senyawa berbentuk garam, yaitu klorheksidin hidroklorida, klorheksidin asetat, dan klorheksidin glukonat. Salah satu dari ketiga senyawa tersebut yang digunakan sebagai obat kumur adalah klorheksidin glukonat. Klorheksidin sendiri memiliki nama IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) N-(4-chlorophenyl)-1-3-(6-{N-[3-(4chlorophenyl)carbamimidamidomethanimidoyl]amino}hexyl)carbamimidamidom ethanimidamide, sedangkan klorheksidin glukonat memiliki nama 1,1’hexamethylenebis [5-(p-chlorophenyl)biguanide] di-D-gluconate (DailyMed, 2010; DrugBank, 2012). Klorheksidin bekerja sebagai agen antimikrobial topikal dikarenakan bermuatan positif. Ketika klorheksidin yang bersifat sebagai kation bereaksi dengan sel bakteri yang bermuatan negatif, akan terjadi ikatan antara keduanya. Setelah klorheksidin terabsorpsi ke dalam dinding sel dari organisme tersebut,
klorheksidin akan menghancurkan integritas dari membran sel dari organisme tersebut. Akibat dari integritas membran sel yang terganggu, maka terjadi kebocoran komponen-komponen intraseluler dari organisme tersebut. Plak, mukosa oral, dan hidroksiapatit akan sedikit menyerap klorheksidin sehingga secara tidak langsung berperan sebagai reservoir yang akan mensekresi klorheksidin secara lambat (DrugBank, 2012; Thomas, 2011). Klorheksidin diabsorpsi secara sangat buruk pada saluran gastrointestinal. Tidak ada data yang jelas mengenai ikatan dengan protein maupun metabolisme dari klorheksidin. Ekskresi klorheksidin terutama melalui feses. Klorheksidin diindikasikan untuk mencegah karies gigi, dekontaminasi bagian orofaring bagi pasien-pasien yang sangat sakit, higienitas pelayan kesehatan, pembersih kulit secara umum, dan pada saat persiapan dan perawatan tempat kateterisasi (DrugBank, 2012). Menurut Jarral et al. (2011), klorheksidin terbukti lebih efektif dibandingkan dengan povidon iodin sebagai pencuci tangan para dokter bedah. Klorheksidin mampu menurunkan jumlah koloni secara signifikan dan mampu menurunkan angka kejadian surgical site infection (SSI) pada proses pembedahan kontaminasi-bersih. Selain itu, klorheksidin juga terbukti efektif sebagai agen antimikroba pada keratitis yang disebabkan Acanthamoeba, dimana 83% dari 6 mata pasien mengalami penyembuhan yang lebih cepat dibanding dengan kelompok kontrol (TOXNET, 2004). Menurut Zorko dan Jerala (2008), klorheksidin memiliki kemampuan untuk berikatan dan menetralisasi lipopolisakarida (LPS) bakteri. Klorheksidin merupakan salah satu produk antiseptik yang paling banyak digunakan, baik sebagai pencuci tangan maupun obat kumur. Klorheksidin bersifat aktif terhadap berbagai jenis bakteri, baik Gram positif maupun Gram negatif dan kompatibel bila digunakan bersama dengan berbagai jenis antibiotika. Menurut Ireland (2007), klorheksidin glukonat merupakan obat kumur yang paling efektif dalam menurunkan perkembangan dari plak. Ini menyebabkan klorheksidin menjadi salah satu obat standar yang diresepkan untuk berbagai penyakit mulut, termasuk segala bentuk ulserasi pada rongga mulut dan juga untuk menurukan kejadian gingivitis.
Walaupun klorheksidin glukonat sangat efektif dalam menurunkan jumlah bakteri pada rongga mulut, klorheksidin glukonat juga memiliki efek samping yang cukup berat. Dua efek samping yang paling sering dijumpai adalah proses kolorasi (pewarnaan) pada gigi dan perubahan dari rasa suatu zat. Oleh sebab itu, produk yang mengandung klorheksidin glukonat hanya dianjurkan pemakaiannya dalam jangka waktu 30 hari setiap 3 bulan (Cappelli and Mobley, 2008).
2.6. Povidon Iodin Povidon iodin ialah suatu iodofor yang kompleks antara yodium dengan polivinil pirolidon.Povidon iodine larut dalam air, stabil secara kimia dan larut dalam pirolidin polivinil polimer. Povidon iodin memiliki rumus molekul C6H9I2NO dan memiliki nama IUPAC 1-ethenylpyrrolidin-2-one; molecular iodine. (Kurniati, 2008; PubChem, 2012; Chembase, 2012).
Gambar2.8. Struktur Kimia Povidon Iodin (Drugs, 2012)
Iodin merupakan salah satu antiseptik paling tua. Preparat iodin yang terdahulu menyebabkan nyeri lokal dan reaksi jaringan. Povidon iodin sendiri telah dikenal sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Povidon iodin yang mengandung 10% polivinilpirolidon iodin merupakan yang produk yang paling banyak diproduksi secara komersil oleh pabrik-pabrik (Khan, 2006). Povidon iodin memiliki efek bakterisidal dan efektif untuk berbagai jenis bakteri, jamur, maupun spora. Efek bakterisidal dan fungisidal dari povidon iodin berlangsung selama beberapa detik. Povidon iodin diduga memiliki cara kerja
dengan menginaktivasi substrat vital sitoplasma, yang sangat penting untuk kelangsungan hidup dari bakteri. Povidon iodin dikontraindikasikan untuk pasien dengan kelainan fungsi tiroid, hipersensitif terhadap povidon iodin, dan juga wanita dalam masa hamil dan menyusui (Samaranayake, 2002).
PKM GT
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
JUDUL PROGRAM
KASA BERBAHAN DASAR ALAM DARI GETAH
PELEPAH PISANG AMBON (Musa paradisiaca var. sapientum)
BIDANG KEGIATAN :
PKM-GT
Diusulkan oleh :
Feri Anang Putra 10615023 Angkatan 2015
Fauqi Nurdidya Nandaru 10615103 Angkatan 2015
Tita Andriana 10115135 Angkatan
2015
Lutfi Mabruroh 10614006 Angkatan
2014
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
KEDIRI
2016
KATA PENGANTAR
Indonesia memiliki sumbar daya alam yang
melimpah yang sangat besar manfaatnya bagi masyarakat. Sumber daya alam seperti
tanaman memiliki potesi untuk di kembangkan menjadi suatu yang baru dan unik.
Berbagai tanaman yang tumbuh di Indonesia dapat dimanfaatkan menjadi suatu obat
alami yang lebih efektif. Bahan obat dari tanaman lebih aman karena
kandungannya yang masih alami, namun berbagai tanaman obat yang tumbuh di
Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Dalam karya ini
akan memperlihatkan seberapa besar potensi tanaman obat yang dapat
dimanfaatkan. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan sebuah ide atau gagasan
yang kreatif dari masyarakat untuk menemukan suatu terobosan baru yang lebih
unik dan bermanfaat bagi warga negaranya.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
karya tulis ini yaitu:
1. Allah SWT yang memberikan kesehatan serta
kesempatan untuk membuat karya tulis ini.
2. Orang tua
yang sangat membantu pemberian motivasi serta nasehat yang bermanfaat.
3.
Ucapan kepada dosen pembimbing, LP2M dan PR III
4. Teman-teman lain yang telah memberi motivasi bagi penulisan karya
tulis ini.
Karya ini
diharapkan dapat memberikan suatu informasi dan wawasan
baru bagi masayrakat.
Kediri,
19 Februari 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Halaman Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iv
Daftar Tabel v
Daftar Lampiran vi
Ringkasan vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1
Manfaat 1
GAGASAN 2
Uji Golongan Senyawa Getah Pelepah
Pisang Ambon Musa paradisiaca var. sapient 2
Khasiat Getah Pelepah Pisang 2
Glicolic Acid 3
ZnO (Zinc Oxide) Nano 3
Instrumen Pelaksanaan 3
Tahapan Pelaksanaan 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Hasil 4
Pembahasan 5
Gagasan Baru yang Ditawarkan 5
Pihak-pihak yang dapat mengimplementasikan gagasan 6
Langkah-langkah stategis implementasi gagasan 7
KESIMPULAN 7
Inti Gagasan 7
Teknik Implementasi Gagasan 8
Prediksi Keberhasilan Gagasan 8
DAFTAR PUSTAKA 8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 9
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil Uji Golongan Senyawa Getah
Pelepah Pisang Ambon Musa paradisiaca var. sapientum 2
Tabel 2 Identifikasi pelaksana
dan program yang diterapkan 6
Tabel 3 Peranan elemen terkait dalam pengembangan kasa potanoid 7
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar 1. Grafik Hasil Uji Tarik (Hubungan
Stress-Strain) 4
Gambar 2. Hasil Uji FT-IR 4
RINGKASAN
Pisang Musa paradisiaca merupakan tanaman buah berupa
herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara. Menurut INIBAP (2000) dalam
Heslop-Harisson dan Schwarzacher (2007), pisang merupakan hasil pertanian utama
dunia yang tumbuh dan dikonsumsi oleh lebih dari 100 negara yang memiliki iklim
tropis dan sub tropis. Di seluruh dunia sendiri lebih dari 1000 varietas pisang
yang telah diakui (Anonim, 2008).
Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki banyak keanekaragaman pisang sehingga
menjadikannya sebagai salah satu negara pengekspor pisang. Salah satu jenis
pisang yang sering kita jumpai adalah pisang ambon Musa paradisiaca var. sapientum. Hasil analisis fitokimia
menunjukkan bahwa kandungan pisang tersebut adalah katekulamin, serotonin dan
depamin (Waalkes, et al., 1958), karbohidrat (Anhwange, 2008), saponin, tannin,
alkaloid, indol alkaloid, flavanoid, phylobattanin, antrakuinon dan kuinon (Salau,
et al., 2010).
Penggunaan bahan-bahan kimia khususnya di
bidang kesehatan semakin lama semakin bertambah. Salah satu faktor yang
mempengaruhi adalah tingginya angka kebutuhan pengobatan luka pada masyarakat
yang tergantung pada obat yang dari bahan kimia. Hal ini menjadi suatu
pertimbagan, jika masyarakat terus menerus cenderung mengggunakan bahan
pengobatan luka dari bahan kimia selain kurang efektif juga harganya yang
mahal. Oleh karena itu, dapat menjadi sebuah terobosan baru yaitu pembuatan
kasa untuk membalut luka yang terbuat dari getah pelepah pisang ambon Musa paradisiaca var. Sapientum yang
lebih aman dan efektif.
Karya tulis ini bertujuan untuk merumuskan suatu
gagasan tentang modifikasi kasa yang terbuat dari getah pelepah pisang ambon
yang dapat digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka secara efisien, praktis
dengan harga terjangkau dan mudah didapatkan oleh masyarakat. Gagasan ini dapat
ditunjang oleh teori tersebut yaitu uji golongan senyawa getah pelepah pisang ambon Musa paradisiaca var.
sapient, dan khasiat getah pelepah pisang. Gagasan ini ditulis berdasarkan dari
permasalahan yang terjadi pada masyarakat di Indonesia, dan dikombinasi dengan
solusi yang logis berdasarkan dari referensi yang ada.
Berdasrkan hasil analisis permasalahan yang ada di
Indonesia, dapat diketahui bahwa pemanfaatan tanaman obat seperti getah pelepah
pisang ambon masih kurang maksimal sehingga diperlukan suatu ide kreatif
seperti pembuatan kasa dari getah pelepah pisang. Dan pembuatan kasa dari getah
pelepah pisang ambon ini memerlukan dukungan dari Kementerian Riset dan Teknologi, Badan
Standardisasi Nasional, Dewan Riset Nasional, pengusaha pembuat kain kasa, pemerintah melakukan
kebijakan dengan memberi dukungan terhadap gagasan ini dan melakukan pelatihan
kepada pengusaha pembuat kain kasa, serta bank memberikan kredit murah untuk
memulai usaha pembuata kasa potanoid
kepada pengusaha pembuat kain kasa. Dengan adanya suatu gagasan baru ini
diharapkan kasa yang terbuat dari getah pelepah pisang ambon dapat menjadi
bahan utama pembuatan kasa sehingga tidak hanya menguntungkan bagi pemerintah
saja tetapi juga dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia maupun luar negeri.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pisang Musa
paradisiaca merupakan tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan
di Asia Tenggara. Menurut INIBAP (2000) dalam Heslop-Harisson dan Schwarzacher
(2007), pisang merupakan hasil pertanian utama dunia yang tumbuh dan dikonsumsi
oleh lebih dari 100 negara yang memiliki iklim tropis dan sub tropis. Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki banyak keanekaragaman pisang sehingga
menjadikannya sebagai salah satu negara pengekspor pisang. Salah satu jenis
pisang yang sering kita jumpai adalah pisang ambon Musa paradisiaca var. sapientum.
Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia
sudah banyak memanfaatkan tanaman sebagai alternatif pengobatan untuk berbagai
macam penyakit, baik penyakit luar maupun penyakit dalam tubuh. Banyaknya
masyarakat memanfaatkan tanaman khususnya adalah tanaman pisang sebagai
pengobatan dikarenakan murah dan mudah didapat, serta tidak banyak dan hampir
tidak mempunyai efek samping yang membahayakan apabila tidak menggunakannya
secara berlebihan. Namun, masyarakat di zaman sekarang cenderung mengunakan
obat-obatan penyembuh luka dari bahan kimia. Hal ini sagat kurang efektif
karena penggunaan bahan kimia yang terus menerus mempunyai dampak yang kurang
baik bagi masyarakat. Oleh karena itu, didapatkan sebuah terobosan baru yaitu
pembuatan kasa untuk membalut luka yang terbuat dari getah pelepah pisang ambon
Musa paradisiaca var. Sapientum. Menurut Priosoeryanto et al (2006), getah
pelepah pisang Ambon mengandung tannin,
flavonoid dan saponin sebagai antibiotik
dan perangsang pertumbuhan sel-sel baru pada luka. Sedangkan menurut Setyawan
(2007), selain mengandung saponin, tannin dan flavonoid, pelepah pisang Ambon
juga mengandung vitamin A, vitamin C, lemak dan protein yang bekerja dalam
proses penyembuhan luka. Luka ialah hilang atau rusaknya sebagian jaringan
tubuh atau rusaknya kesatuan atau komponen jaringan, dimana secara spesifik
terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul,
beberapa efek akan muncul diantaranya hilangnya seluruh atau sebagian fungsi
organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri
dan kematian sel (Kaplan & Hentz, 1992).
Tujuan
Karya
tulis ini bertujuan untuk merumuskan suatu gagasan tentang modifikasi kasa yang
terbuat dari getah pelepah pisang ambon yang dapat digunakan untuk mempercepat
penyembuhan luka secara efisien, praktis dengan harga terjangkau dan mudah
didapatkan oleh masyarakat.
Manfaat
Manfaat
penulisan karya tulis ini antara lain mengurangi limbah pelepah pisang yang
dapat dimodifikasi menjadi bahan pengobatan alternatif bagi masyarakat,
masyarakat akan cenderung mengurangi penggunaan obat-obatan dari bahan kimia,
dapat mempercepat proses penyembuhan luka, merekomendasikan pembuatan kasa dari
getah pelepah pisang ambon agar dapat menunjang kualiatas produksi di bidang
kesehatan, dan menjadi sebuah alternatif baru bagi Departemen Kesehatan agar
dapat mengurangi biaya anggaran untuk kesehatan karena telah menggunakan atau
memanfaatkan kasa yang terbuat dari getah pelepah pisang ambon, serta memberikan
masukan kepada semua pihak untuk dapat lebih memberdayakan kearifan lokal (Local Genius) agar mengembangkan hasil
alam menjadi obat.
GAGASAN
Uji Golongan Senyawa Getah Pelepah Pisang Ambon Musa paradisiaca var.
sapient
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak
keanekaragaman pisang sehingga menjadikannya sebagai salah satu negara
pengekspor pisang. Salah satu jenis pisang yang sering kita jumpai adalah
pisang ambon Musa paradisiaca var. sapientum. Hasil analisis
fitokimia menunjukkan bahwa kandungan pisang tersebut adalah katekulamin,
serotonin dan depamin (Waalkes, et al., 1958), karbohidrat (Anhwange,
2008), saponin, tannin, alkaloid, indol alkaloid, flavanoid, phylobattanin,
antrakuinon dan kuinon ( Salau, et al., 2010)
Hasil pengujian golonagan senyawa pada getah pelepah Pisang Ambon Musa
paradisiaca var. sapientum menunjukkan bahwa sampel tersebut
mengandung tanin, saponin, flavonoid dan fenol (Tabel 4.2). Hasil uji saponin
menunjukkan tinggi busa ± 1,2 cm. Adanya flavonoid sendiri ditunjukkan dengan
terbentuknya warna merah setelah ditambahkan serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan
20 tetes amil alkohol lalu dikocok kuat. Sampel getah juga mengandung senyawa
tannin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tua dan hitam kehijauan
setelah ditambahkan 2 tetes pereaksi FeCl31%. Kemudian senyawa fenol juga
terdapat dalam sampel getah dengan terbukti perubahan warna hijau setelah
diberi penambahan FeCl3 5%.
Tabel 1. Hasil Uji Golongan Senyawa Getah Pelepah
Pisang Ambon Musa paradisiaca var. sapientum
Uji
|
Hasil Analisa Sampel
|
Flavonoid
|
+
|
Saponin
|
+
|
Tannin
|
+
|
Fenol
|
+
|
Khasiat Getah Pelepah
Pisang
Getah pelepah pisang bersifat mendinginkan.
Zat tannin pada getah pelepah pisang bersifat antiseptik. Sementara itu,
flavonoid memiliki beberapa efek yaitu antioksidan, analgesik, antiradang,
antivirus, antibakteri, antifungal, antidiare, antihepatoksik,
antiheperglikemik dan sebagai vasodilatator (Hananta, 2006). Getah pelepah
pisang mengandung saponin yang
berfungsi sebagai antiseptik (Djulkarnain,1998). Hal ini menjadi bukti khasiat
pohon pisang yang sangat besar dalam proses penyembuhan luka (Gore, 2003)
Glicolic Acid
Glicolic acid (asam hydroxyacetic) adalah asam -hidroksi
terkecil (AHA). Zat ini terwujud padat kristal tidak berwarna, tidak berbau dan
higroskopis sangat larut dalam air. Glicolic acid digunakan dalam berbagai
produk perawatan kulit. Asam glokolat ditemukan di beberapa tanaman gula.
Karena kemamuan yang sangat baik untuk menembus kulit, asam glikolat
diaplikasikan dalam produk perawatan kulit dan paling sering ditemui untuk
aplikasi peeling yang dilakukan oleh dokter ahli, dokter bedah, dokter kulit
plastik atau esthetician berlisensi dalam konsentrasi 20–70% di muat dalam
konsentrasi yang lebih rendah antara 5-10%. Glicolic acid dapat mengurangi
keriput, jaringan parut, hiperpigmentasi dan memperbaiki kondisi kulit banyak
lainnya.
ZnO (Zinc Oxide) Nano
Partikel ZnO berukuran nano memiliki
aktivitas anti mikroba lebih baik dari partikel besar, karena ukuran kecil
(kurang dari 100 nm) dan luas permukaan nano partikel memungkinkan interaksi
yang lebih baik dengan bakteri studi terbaru menunjukkan bahwa ZnO nanopartikel
memiliki toksisitas seletif, dapat mengobati luka ringan, pengurangan inflamasi
dan anti mikroba.
Instrumen Pelaksanaan
1.
Bahan
yang digunakan dipenelitian ini adalah: getah batang pisang, aquadest, glicolic
acid, poly vinyl alcohol, ZnO nano, asam sitrat dan larutan PBS.
2.
Alat
yang digunakan untuk pembuatan sampel adalah: pisau, alat pemeras pipet, gelas
breaker, oven, plastik kedap udara, gloves, pinset, magnetic stirrer, timbangan
milligram dan lempeng kaca. Sedangkan untuk memperoleh data, digunakan
autograph dan spektrofotometer inframerah.
Tahapan Pelaksanaan
Batang (pelepah)
pisang dipotong dan diberikan lalu dimasukkan pada alat pemeras agar getah
batangnya terperas keluar. Bahan-bahan antara lain: getah batang (pelepah)
pisang, glicolic acid, poly vinyl alcohol, ZnO nano, asam sitrat dan aquadest
disiapkan dan ditimbang sesuai resep. Poly vinyl alcohol 4 gram dilarutkan
dalam aquadest 25 ml. ZnO nano di larutkan dalam larutan asam sitrat sehingga
terbentuk larutan ZnO nano 0,25%. Larutan glicolic acid 70% diencerkan hingga
6% semua bahan dilarutkan, kemudian dicampurkan dalam gelas beaker dan diaduk
secara homogen diatas magnetic stirrer larutan yang telah homogen dituang pada
cetakan/ lempeng kaca setipis mungkin. Adonan yang terbentuk didiamkan hingga
kering pada ruangan yang bersih dan steril. Sampel yang dibentuk diiris menjadi
kecil dan memanjang agar dapat dikarakterisasi, uji tarik, uji FT-IR dan uji
kelarutan dilakukan pada sampel secara terpisah.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pengujian sampel menunjukkan bahwa sampel yang didapat dari
komposit ( penggabungan ) beberapa bahan antara lain : getah batang pisang,
glycolic acid, poly vinyl alcohol, dan ZnO nano menunjukkan sifat mekanik yang
cukup bagus, dapat dilihat dari uji tarik yang dilakukan pada sampel didapatkan
nilai Modullus Young sebesar 2,386
Gpa.
Gambar
1. Grafik Hasil Uji Tarik (Hubungan Stress-Strain)
Jika dilihat dari hasil uji
FT-IR, maka nampak beberapa gugus fungsi dari pencampuran bahan pada bilangan
gelombang tertentu. Gugus karbonil (C=O) terbentuk pada rentang bilangan
gelombang 1700-1730 cmˉ¹, gugus alkana (C-C) terbentuk pada rentang bilangan gelombang
1100-1300 cmˉ¹ dan terakhir adalah ikatan antara Zn dan O pada bilangan 729
cmˉ¹.
Gambar 2. Hasil Uji FT-IR
Pembahasan
Dengan komposisi dan proses pembuatan yang
telah disebutkan diatas, diperoleh hasil berupa suatu lapisan tipis (edible
film). Pada lapisan ini dilakukan beberapa pengujian, yaitu uji teknik, uji
FTR-IR dan uji kelarutan. Beberapa macam uji ini dilakukan untuk mengetahui
sifat mekanik dari sampel yang dihasilkan serta dibandingkan dengan referensi
yang ada setelah menjadi benang jahit yang idealnya memiliki karakteristik
antara lain steril, bahan yang dapat digunakan dalam prosedur pembedahan,
meminimalisir reaksi negatif dari jaringan (nonelectrolytic, noncapillary,
nonallergenic, nonarcinogenic). Mudah dalam penerangan, terbukti aman, memiliki
kekuatan tarik tinggi dan tahan tehadap infeksi.
Getah batang pisang mengandung asam askorbat
yang berperan sebagai ko-faktor dan antioksidan untuk mencegah oksidasi besi,
sehingga menghindari enzim agar tidak terinaktivasi (juniem, dkk., sit. Lima
dkk., 2009).
Pemberian getah pisang secara topical menyebabkan asam askorbat
berdifusi melalui lapisan keratin dan menstimulasi proliferasi fibroblas pada
jaringan di bawahnya (phillips. dkk., sit. Lima dkk., 2009). Untuk membuktikan
adanya asam askorbat dan campuran maka digunakan uji FT-IR.
Uji FT-IR bertujuan untuk mengetahui tingkat
intensitas ikatan dari sampel yang terbentuk, karena ikatan yng terbentuk
nantinya juga akan mempengaruhi sifat mekanik bahan. Hasil dari uji FT-IR pada (gambar 2).
Menunjukkan bahwa komposit telah terbentuk dan bahan yang digunakan
murni terlihat terbentuk dan bahan yang digunakan murni terlihat dari puncak
serapan yang relatif tajam dan mudah diamati.
Benang jahit operasi yang absorbable
memberikan kontribusi sementara sampai luka dapat sembuh dengan cukup baik.
Penyerapan terjadi melalui degredasi enzimatik bahan alami dan oleh hidrolisil
dalam bahan sintetik. Hidrolisis menyebabkan reaksi jaringan kurang dari
degredasi enzimatik.
Hasil dari uji kelarutan menunjukkan waktu
yang diperlukan sampel untuk larut dalam larutan PBS diasumsikan sama dengan
waktu yang dibutuhkan benang jahit operasi yang absorbable umtuk larutan dalam
jaringa tubuh. Dari uji kelarutan yang dilkukan dapat dilihat bahwa sampel
larut sempurna dalam waktu 10 hari. Proses pelarutan sampel tidak terjadi
seketika akan tetapi larut secara perlahan. Berawal dari sampel yang semula
berapa lapisan tipis, perlahan sampah terlihat menjadi semakin lembek dan lam
kelamaan menjadi larut sedikit demi sedikit sampai larut sempurna.
Gagasan
Baru yang Ditawarkan
Berdasarkan data dan hasil penelitian
yang pernah ada, sebuah getah pelepah pisang, glycolic acid, poly vinyl
alcohol, ZnO nano, asam sitrat yang hasilnya berupa benang jahit opesasi yang
absorbable. Dari benang jahit operasi tersebut kemudian dijadikan kasa yang berbahan dasar getah pelepah pisang dengan metode pencetakan kasa untuk penutup luka. Kasa berbahan dasar alam tersebut merupakan kasa yang multifungsi, yang mana kandungan dari kasa meliputi ,saponin, tanin, fenol, flavonoid yang mempunya fungsi sebagai antiseptik, antioksidan, analgesik, antiradang, antivirus,
antibakteri, antifungal, antidiare, antihepatoksik, antiheperglikemik dan
sebagai vasodilatator. Hal ini menjadi bukti khasiat pohon pisang yang sangat
besar dalam proses penyembuhan luka.
Hal tersebut menjadikan kasa yang berbahan dasar dari alam ini lebih efisien, ramah lingkungan dan memudahkan pemakainya dibanding
dengan kasa yang biasa. Karena pemakai tidak direpotkan dengan menambahkan obat
antiseptik, antioksidan, analgesik, antiradang, antivirus, antibakteri,
antifungal, antidiare, antihepatoksik, antiheperglikemik dan sebagai
vasodilatator. Karena secara alamiah
kasa yang berbahan dasar dari getah pelepah pisang tersebut mengandung antiseptik, antioksidan, analgesik, antiradang, antivirus,
antibakteri, antifungal, antidiare, antihepatoksik, antiheperglikemik dan
sebagai vasodilatator. Sehingga kasa
ini berperan besar dalam penyembuhan luka tanpa menambahkan obat dikasa.
Pihak-pihak yang dapat
mengimplementasikan gagasan
Gagasan
ini dapat terwujud melalui partisipasi aktif pihak-pihak sebagai berikut:
Tabel 2. Identifikasi pelaksana dan program yang diterapkan
Pelaksana
|
Program yang diterapkan
|
Kementerian
Riset dan Teknologi
|
Melakukan penelitian dan riset
tentang benang jahit operasi dari getah pelepah pisang yang di jadikan kasa yang
multifungsi.
|
Badan
Standardisasi Nasional
|
Melakukan riset tentang
standarisasi kasa dari getah pelepah pisang. Hasil modifikasi dari benang jahit
operasi getah batang (pelepah) pisang, glicolic acid, poly vinyl alcohol, ZnO
nano, asam sitrat.
|
Dewan
Riset Nasional
|
Menggali pemikiran peneliti
kasa dari getah pelepah pisang. Hasil modifikasi dari benang jahit operasi
getah batang (pelepah) pisang, glicolic acid, poly vinyl alcohol, ZnO nano,
asam sitrat.
|
Pengusaha pembuat kain kasa
|
Memulai memproduksi kasa dari
getah pelepah pisang. Hasil modifikasi dari benang jahit operasi getah batang
(pelepah) pisang, glicolic acid, poly vinyl alcohol, ZnO nano, asam sitrat.
|
(sumber:
hasil analisis, 2016)
Tabel 3. Peranan elemen terkait dalam pengembangan kasa potanoid
No.
|
Lembaga
|
Peranan
|
1.
|
Pemerintah
|
-
Melakukan
kebijakan dengan memberi dukungan terhadap gagasan ini
-
Melakukan
pelatihan kepada pengusaha pembuat kain kasa
|
2.
|
Bank
|
Memberikan kredit murah untuk memulai usaha pembuata
kasa potanoid kepada pengusaha pembuat kain kasa
|
(Sumber:
berba.gai sumber dan analisis, 2016)
Langkah-langkah stategis
implementasi gagasan
Gagasan pembuatan benang jahit operasi dari getah batang (pelepah) pisang, glicolic acid, poly vinyl alcohol,
ZnO nano, asam sitrat menjadi kasa yang multifungsi ini dapat
diimplementasiakan dengan baik apabila di dukung oleh hal hal strategis sebagai
berikut :
1. Adanya riset berkelanjutan dalam pengembangan
pembuatan kasa yang ramah lingkungan
yang berbahan dasar dari getah pelepah pisang ambon Musa paradisiaca var. Sapientum.
2.
Adanya
pertimbangan pembuatan UU yang mengatur bahwa penemuan yang bermanfaat bagi
hajat hidup orang banyak dapat dikelola oleh Negara, dengan tidak mengabaikan
kompensasi untuk penemunya.
3.
Diperlukan
riset atau cost and benefit analysis
untuk memperjelas tujuan, biaya, manfaat, dan dampak dari strategi penjualan ke
luar negeri agar dapat meyakinkan para stakeholder
yang melihat peluang ini.
KESIMPULAN
Inti
Gagasan
Gagasan
ini memanfaatkan getah pelepah pisang, glycolic acid dan poly vinyl alcohol
yang dapat digunakan sebagai bahan baku benang jahit operasi yang absorbable, berdasarkan
nilai Modullus Young sebesar 2,386 PGa. Kemudian dijadikan kasa yang
multifungsi yang bermanfaat sebagai antiseptik, antioksidan, analgesik,
antiradang, antivirus, antibakteri, antifungal, antidiare, antihepatoksik,
antiheperglikemik dan sebagai vasodilatator. Hal ini menjadi bukti khasiat
pohon pisang yang sangat besar dalam proses penyembuhan luka.
Teknik
Implementasi Gagasan
Langkah-langkah
implementasi untuk mewujudkan gagasan sebagai berikut
:
1. Perlu
adanya peran dari pemerintah sebagai pemangku regulasi dalam negeri untuk
memaksimalkan potensi alam dalam negeri dan diarahkan pada hal yang tepat dan
mampu meminimalisir kegiatan import.
2. Hubungan
antara pemerintah, peneliti, dan pengusaha perlu disingkronkan agar dapat bekerja
sama secara efektif memproduksi dalam hal ini adalah kasa yang multifungsi yang berbahan baku dari
getah pisang alam Indonesia sendiri mengingat kebutuhan medis yang kian
meningkat dan tingginya harga pembelian dikarenakan bea cukai yang tinggi pada
barang import.
3.
Melakukan
pendekatan secara gradual (bertahap)
kepada tokoh masyarakat sebagai awal pelaksanaan kerjasama dengan
masyarakat.
4. Melakuakan
kemitraan strategis dengan instansi instansi kesehatan.
5. Melakuakan
mekanisme evaluasi secara periodik dan profesional.
Prediksi
keberhasilan gagasan
Gagasan
ini apabila diterapkan sangat menguntungkan bagi masyarakat karena kasa berbahan
dasar alam multifungsi yang bermanfaat sebagai antiseptik, antioksidan,
analgesik, antiradang, antivirus, antibakteri, antifungal, antidiare,
antihepatoksik, antiheperglikemik dan sebagai vasodilatator. Hal ini menjadi
bukti khasiat pohon pisang yang sangat besar dalam proses penyembuhan luka.
Masyarakat tidak perlu membeli obat obat untuk luka, antiseptik dll karena didalam
kasa sudah mengandung itu semua. Untuk biaya lebih ekonomis dan
terjangkau, karena kasa biasa harganya sebagai berikut :
DAFTAR HARGA
No
|
Merk
|
Satuan
|
Harga
(Rp)
|
1.
|
KASA BINDA IJO
|
40 YARD
|
140.000
|
2.
|
KASA STERIL 16 X16
|
indolab
|
2000/kotak
|
3.
|
KASA 20 X 80
|
BUSA HUSADA
|
45.000
|
4.
|
KASA ROL 40 x 80
|
BUSA HUSADA
|
75.000
|
5.
|
KASA STERIL per KOTAK
|
BUSA HUSADA
|
1800
|
Keberhasilan
dari keseluruhan gagasan ini nantinya ditentukan oleh seberapa besar masyarakat Indonesia yang mampu meningkatkan taraf kesejahteraanya.
Jika gagasan ini diterapkan secara massive dan konsisten diseluruh penjuru Indonesia,
maka dapat meningkatkan taraf kesehatan masyarakat Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Cutright, duane
E. dan Beasley, Joe D. 1971. Histologic Comparison
of Polylactic and
Polyglycolic Acid Sutures. Science Direct : Volume 32, Issue 1, July 1971, Pages
165-173.
Gore, Maduri.
2003. Evaluation of banana leaf dressing
for partial thickness burn wounds.
Internasional Society for Burn Injuries (2003) Volume: 29, issue: 5,
Pages: 487-492.
Hananta, Dharma.
2006. EFEK GETAH PELPAH PISANG (Musa spp) TERHADAP
PERTUMBUHAN Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO. Diakses pada tanggal 23 September 2011 pukul 22:15 WIB
John B.
Herrmann, MD; Richard J. Kelly, MD; George A. Higgins, MD. Polyglycolic Acid Sutures. AMA Arch Surg.
1970;100(4):486-490.
Online, Surya.
2009. Khasiat Bonggol pisang. http://www.surya.co.id/2009/06/22/khasiat bonggol-pisang. Diakses pada tanggal 22
September 2011 pukul 20:15 WIB.
Somantri, 20017,
Perawatan Luka, http://irmanthea.blogspot.com/2007/07/definisi-luka.html, diunduh 10 Agustus 2009 Surahman, Agus.
2009. Pemanfaatan Getah Bonggol Pisang
Sebagai Obat Oles Alternatif Penyembuh Luka Lecet. http.//www.scribd.com/doc/40555476/Mulai-Dari-Bab-1-sampai-Kesimpulan. Diakses
pada tanggal 25 September 2011 pukul 10:52 WIB.
Walton, R.E. dan
Torabinejad M. 1998. Prinsip dan Praktik
Ilmu Endodonsi Ed:2. Alih Bahasa :
Narlan Sumawinata dkk. “Principle and Practice of endodontics”. Jakarta: EGC
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
KETUA KELOMPOK
Nama : Feri Anang Putra
NIM : 10615023
Jurusan/Fakultas : Pendidikan Dokter
Gigi
Angkatan : 2015
Tempat,tanggal lahir : Bojonegoro, 17 Januari 1997
Institut :
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
HP : 081331998800
Alamat : Jl.
Ronowijoyo No. 5 Pragelan Rt 06 Rw 02 Kec. Gondang Kab. Bojonegoro
Email : ferianangputra@gmail.com
Karya tulis ilmiah yang
pernah dibuat :
NO
|
Judul
|
Kategori
|
Tahun
|
1.
|
POTENSI EKSTRAK
METANOL DAUN KELOR (Moringa oleifera L.) TERHADAP PENINGKATAN
APOPTOSIS SEL KANKER RONGGA MULUT PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
YANG DIINDUKSI BENZOPYRENE
|
Lomba Karya Tulis Ilmiah( LKTI ) antar prodi
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
|
2015
|
Prestasi
yang pernah diraih :
NO
|
Kategori Lomba
|
Kategori
|
Tahun
|
Penyelenggara
|
Tingkat
|
1.
|
Lomba Karya Tulis Ilmiah( LKTI ) antar prodi
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
|
Juara
2
|
2015
|
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
|
Universitas/Institut
|
Anggota
Nama : Fauqi Nurdibya Nandaru
NIM : 106151103
Jurusan/Fakultas : Pendidikan Dokter
Gigi
Angkatan : 2015
Tempat,tanggal lahir : Nganjuk, 22 Mei 1997
Institut :
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
HP : 085655141101
Alamat :
Jl. Welirang No. 410 Rt 13 Rw 07 Ds.Tanjung Kec. Kertosono Kb.
Nganjuk 64351
Nama : Tita Andriana
NIM : 10115135
Jurusan/Fakultas : S1 Farmasi
Angkatan : 2015
Tempat,tanggal lahir : Blitar, 1 Juli 1997
Institut :
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
HP : 085784045479
Alamat : Dsn.
Gebang Ds. Wonotirto Rt 04 Rw 08 Kec. Wonotirto Kab. Blitar
Email : titaandri72@gmail.com
Nama : Lutfi Mabruroh
NIM : 10614006
Jurusan/Fakultas : Pendidikan Dokter
Gigi
Angkatan : 2014
Tempat,tanggal lahir : Kotawaringin, 02 Desember
1995
Institut :
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
HP : 085252992735
Alamat :
Jl. Kawitan II Rt 17 Kel Sidorejo Kec. Arut Selatan, Pangkaan Bun,
Kalimantan Tengah
Email
: lutfimabruroh@yahoo.com
Langganan:
Postingan (Atom)